RIZCA MAGHFIROH

Kurnia Ramadani

Taufiq Qurrahman

Arif Hendri

M. Umar Saifudin (Kabid PTKP)

LEADERSHIP BASIC TRAINING (LK-1)

0 komentar
A. Pendahuluan

Akhir-akhir ini dalam konteks dunia kemahasiswaan dan kepemudaan, kita selalu dihadapkan pada kondisi yang sangat memeprihatinkan, penyakit pragmatisme yang menghinggapi mahasiswa dan pemuda sekarang akan berdampak pada resistensi kehidupan dunia generasi intelektual dan cendekiawan bangsa ini. Dalam budaya kehidupan mahasiswa dan pemuda sekarang ini lebih cenderung terpengaruh budaya pragmatis, borjuis, hedonis dan instan. Hal ini sebenarnya kalo kita sadari, analisis dan kaji lebih lanjut merupakan imbas dan dampak dari pengaruh perkembangan global, yang sebenarnya generasi anak bangsa ini mengalami kropos dan rapuh dari segi moralitasnya.

Dalam banyak pengamatan dan argumentatif, generasi muda atau mahasiswa adalah agent of change atau generasi perubahan, akan tetapi saat ini perlu untuk kita kritisi cermati perubahan yang bagaimana? Benarkah pemuda yang diharapkan dari generasi anak negeri ini sesuai dengan budaya dan martabat pemuda dan mahasiswa Indonesia? Sangat riskan sebenarnya kalau kita mahasiswa dan pemuda Indonesia sekarang ini lebih cenderung memiliki budaya pemalas, plagiat, kurang adanya pemikiran kreatif, kritis dan inovatif serta progres untuk berdiri sendiri dalam arti “mampu menunjukkan kepribadian dan martabat mahasiswa pemuda Indonesia profesional.”

Dari wacana ini sebagai media transformasi pemikiran kita, mari hal ini kita cermati, kita kaji dan sikapi lebih obyektif. Telah sekian lama kita menjadi kaum terpinggir, terbelakang dan jauh tertinggal. Kondisi kita semakin terpuruk, teraniaya dan tersudut. Bisakah kita mewujudkan kemandirian, kedaulatan dengan keprofesionalitasan kita, ditengah keterpurukan ini? Ataukah kita gadaikan bumi pertiwi ini pada mereka yang memiliki kapital besar? Sungguh ini menjadikan kita terus berfikir, berjuang dan bergerak untuk kedaulatan dan kemuliaan. Wujudkan cita anak bangsa dengan terus berzikir, berfikir dan berjuang untuk keadilan, kemandirian dan kemuliaan.

B. Waktu dan Pelaksnaan

Kegiatan Leadership Basic Training/Latihan Kepemimpinan 1 ini Insya Allah akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Kamis – Minggu, 27-30 Oktober 2011
Tempat : Balai Desa Semanding, Jenangan Ponorogo

C. Materi & Metode Kegiatan

Materi yang disampaikan dalam Leadership Basic Training kali ini adalah:
• Sejarah Perjuangan Bangsa/HMI
• Mision HMI
• Konstitusi HMI
• Pengantar Ilmu Hukum
• Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI
• Kepemimpinan dan manajemen organisasi
• Pergerakan Mahasiswa dan Kepemudaan
• HMI-Wati dan Perjuangan Perempuan
• Strategi dan Taktik
• Pengembangan Profesi dan Kewirausahaan

Methode Kegiatan yang digunakan.
• Diskusi, tanya jawab serta resume

D. Peserta dan Persyaratan Peserta

Peserta berjumlah kurang dari 30 orang yang terdiri dari Mahasiswa regional Ponorogo dan se-eks karesidenan Madiun, Kediri, Tulungagung dan Bojonegoro yang telah memenuhi persyaratan. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut:
• Mahasiswa Islam yang masih terdaftar di Perguruan Tinggi
• Mengisi formulir pendaftaran
• Membayar konstribusi sebesar Rp. 20.000,-

(Sudah termasuk akomodasi, penginapan, coffee break dan makan 3 kali sehari)
• Menyerahkan pas foto 2×4 sebanyak 4 lembar
• Lulus Screening yang diadakan oleh HMI Koms. Syari'ah STAIN Ponorogo

E. Tempat Pendaftaran

Sekretariat HMI Koms.Syari'ah STAIN Ponorogo
Jl. Cinde Wilis No. 70 Kertosari Babadan Ponorogo

Atau Daftar Secara Online disini

Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

0 komentar



HMI Komisariat Syari'ah adalah organisasi mahasiswa ekstra kampus STAIN Ponorogo yang menjadikan Islam sbg sumber nilai, motivasi dan inspirasi,yang berperan sebagai sumber insani pembangunan bangsa dan berfungsi sebagai organisasi perkaderan yg bersifat independent (tidak berafiliasi/ underbow partai politik/ organisasi manapun), serta bertujuan:
"TERBINANYA INSAN AKADEMIS, PENCIPTA, PENGABDI YANG BERNAFASKAN ISLAM DAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS TERWUJUDNYA MASYARAKAT ADIL MAKMUR YANG DIRIDLOI ALLAH SWT."
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

HOME

0 komentar





HMI Komisariat Syari'ah adalah organisasi mahasiswa ekstra kampus STAIN Ponorogo yang menjadikan Islam sbg sumber nilai, motivasi dan inspirasi,yang berperan sebagai sumber insani pembangunan bangsa dan berfungsi sebagai organisasi perkaderan yg bersifat independent (tidak berafiliasi/ underbow partai politik/ organisasi manapun), serta bertujuan:

"TERBINANYA INSAN AKADEMIS, PENCIPTA, PENGABDI YANG BERNAFASKAN ISLAM DAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS TERWUJUDNYA MASYARAKAT ADIL MAKMUR YANG DIRIDLOI ALLAH SWT."

Sekretariat : Jl. Cinde Wilis No. 70 Kertosari Babadan Ponorogo
                   Cp: 085655619937
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

AGENDA KOMISARIAT

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

KOLOM KETUA UMUM

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

SEKRETARIS UMUM

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

BENDAHARA UMUM

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

BIDANG PTKP

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

BIDANG PP

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

BIDANG PPPA

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

BIDANG KPP

0 komentar
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

STRUKTUR KEPENGURUSAN HMI CABANG PONOROGO KOMISARIAT SYARI’AH STAIN PONOROGO PERIODE 2011-2012

0 komentar
KETUA UMUM                                           : TAUFIQ QURRAHMAN
KABID PPPA                                                 : ARIF HENDRY
KABID PTKP                                                : ENDRA PANJI
KABID KPP                                                  : M. HUDAN NASYQIN
KABID PP                                                     : NISWAH

SEKRETARIS UMUM                               : UMAR SAIFUDDIN
WAKIL SEKUM PPPA                                 : USWATUN HASANAH
WAKIL SEKUM PTKP                                : KHOIRUL ANWAR JATMIKO
WAKIL SEKUM KPP                                  : SUBHAN ALIMUDDIN
WAKIL SEKUM  PP                                    : KURNIA RAMADHANI

BENDAHARA UMUM                               : AULIA ZULKARNAIN
WABENDUM                                                : UMI ULFIANA

DEPARTEMEN-DEPARTEMAN
DEPARTEMEN PPPA                                   :
                                                                       
DEPARTEMEN PTKP                                  : BAMBANG SUJATMIKO
                                                                        IDA ROSYIDA                              

DEPARTEMEN KPP                                    : 
                                                                                 

DEPARTEMEN PP                                       : SITI KHAMIDIYAH

MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS KOMISARIAT
  1. ZAKY MUBAROK SARMADA
  2. RIZKY ROVENDY
  3. FAJAR FUADY
  4. BOY ANDREAS RICHI
  5. MUSLIH CANDRA
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Judul skripsi Jurusan Syari'ah

2 komentar
Waris Menurut Syariah Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam
Cerai Gugat menurut Kompilasi Hukum Islam dan UU No.1 Tahun 1974
hukum nikah syah menurut perspektif islam
memilih pasangan ideal dalam pernikahan menurut islam
walimatul arsyi Dalam islam
Islam dan Masalah Kekerasan Terhadap Wanita dalam Rumah Tangga
Hibah menurut Al-qur'aaan dan Penerapannya di Indonesia
Al-Qur'an Dalam Menyikapi Poligami Dan Konsekuensinya
Mahar Dalm Pandangan Empat Madzhab
Nikah Dan Kawin Menurut Empat Madzhab
Hibah dalam Perkembangan Hukum Islam di Era Modern
Usulan Amandemen UU No. 1/1974 oleh lebih apik
Waqaf Menurut Hukum Islam Dan Uu Perwaqafan Di Indonesia
Wanita-Wanita Yang Haram Dinikahi dan yang dibolehkan
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zinah Dan Status Anaknya
Urgensi Saksi dalam Pernikahan menurut Hukum Islam pada Pasal 24,25,26
Eksistensi Al-qur'an tentang Poligami dan Tijauan hukumnya
Aborsi Dalam Perspektif Islam Menurut Imam Syafi'i
Konsep Thalak dalam Islam
Hukum Menerima Hibah Dari Non Muslim
Hukum Waris Bagi Anak Angkat Dalam Perspektif Islam
Pandangan Ulama' Tentang Nikah Mut'ah
nafkah dalam keluarga menurut hukum islam dan uu no 1 tahun 74 tentang perkawinan
Harta Waris Seorang Kalalah Menurut Al-Qur'an Q.S. An-Nisa'
Nafkah Terhadap Istri dalam Islam dan Undang-undang Positif
Waris Menurut Madzhab Imam Syafii Dan Hukum Positif Di Indonesia
Pernikahan Menurut Perspektif Hukum Islam
Persepsi Hukum Islam Tentang Pacaran
Wakaf menurut Mazhab Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam
KB Pasutri di Lingkungan Pon-Pes YAPPANI dan Dampak Positif- Negatifnya Dalam Hukum Islam

Hukum Poligami Dalam Pandangan Imam Syafii

Maskawin Dalam Pernikahan Menurut Pandangan Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia
Pernikahan Dan Keluarga Sakinah Menurut Imam Al- Ghozali
Konteks Dzihar Dalam Surat Mujadalah 1-4
Pernikahan Beda Agama Menurut Empat Madzhab
Radaah/Penyusuan Menurut Al-Qur`An Surat An-Nisa' Ayat 23 Dan Hadits
Persaksian Nikah dalam Islam
Mahar Dalam Pernikahan Menurut surat An-Nisa' ayat empat
Hukum ruju' menurut pandangan islam dalam segi positif
Iddah Bagi Wanita Hamil Akibat Dicerai suami
hukum pernikahan seorang gay menurut syariat islam
Hak Waris Anak Laki-Laki dan Perempuan Dalam Islam dan Hukum Positif Indonesia
waqaf menurut hukum islam dan uu perwaqafan di indonesia
Analisis Al-Qur`An Surat Al-Baqarah Dan Hadits Nabi Tentang Nikah Beda Agama
Pernikahan Dini Menurut Perspektif Islam
Mawaris Dalam Perspektif Islam
Nuzyuz bagi wanita karir menurut imam syafii dan hukum positif perkawinan
Wali Nikah dalam Perspektif Hadits dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
Hak Asuh Anak Akibat Perceraian Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif
Wali Hakim dalam Pernikahan Kawin Lari
Hukum Waris menurut Imam Malik dan Imam syafi'i
Anak Yatim dalam Pandangan Hukum Islam
Perceraian dalam perspektif hukum islam
waqaf menurut pandangan empat madzhab
Waris menurut madzhab Hanafi dan hukum positif di Indonesia
Hamil Sebelum Nikah menurut Tijauan Syariat Islam
Ihdad Akibat Thalak Dalam Perspektif Islam
Pernikahan Lintaas Agama
Mahar Dalam Pespektif Hukum Islam
Analisis Al-qur'an Tentang Wasiat Studi Kasus Surat Al-Baqarah Ayat 180-182
Pernikahan Muslim Dan Non Muslim Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam
Hukum Nikah Menurut Imam Syafii
Laarangan Perkawinan menurut KHI ( Analisis Terhadap Dasar Hukumnya )
Pembagian Haaarta Waris menurut Mazhahibul Al-Arba'ah dan Ulama Muta'akhirin
Konsep Nuzuz Menurut empat madzhab

kawin kontrak menurut madzhab imam syafii

Perkawinan Antar Keluarga Dekat dan Pengaruhnya Terhadap Keturunan Menurut Hukum Islam
Hukum Waris bagi Anak Zina dalam Perspektif Hukum Islam
Nikah Mut'ah menurut Imam Syafi'i
Kewajiban Orang Tua Untuk Menikahkan Anaknya Yang Perawan dan Yang Janda Menurut Hukum Islam
Pembagian Harta Waaris menurut surat An-Nisa' Ayat 11-12
Pernikahan dibawah umur pada Masyarakat Betawi dalam Pandangan Ulama
Batas-Batas Kebolehan Penyelenggaraan Pesta Dalam Islam
pernikahan sirih menurut empat madzhab
Praktek Hukum Nikah tanpa Kehadiran Wali Nasab menurut Para Ulama Mazhab ,Fiqih Islam dan Hukum Positif
Bentuk Realisasi Larangan Tindak KDRT menurut Hukum Islam dan UU KDRT
Mawaris menurut Perspektif Hukum Islam
Konsekuensi Nusyuz menurut Islam
Penyelanggaraan Hibah menurut Hukum Islam
Hak asuh Anak Akibat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam dan hukum Positif
Kriteria memilih Istri Solehah menurut Hukum Islam
Hukum dalam Perspektif Kesetaraan dan Keadilan Gender
Hukum Pinangan menurut Al-qur'an surat Al-Baqarah ayat 235
Kekerasan dalam Rumah Tangga ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif
Hukum Khulu' menurut Kompilasi Hukum Islam dan UU KUHP No.1 Taahun 1974
Hukum Khitbah ( Meminang ) dalam Pernikahan
Urgensi Saksi dan Wali dalam Sebuah Pernikahan
Urgensi Saksi dan Wali dalam Sebuah Pernikahan
Pandangan Islam tentang Poigami menurut Moral dan Kemanusiaan
Rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam( Analisis terhadap Ddasar Hukumnya )
Perkawinan dan Iddah Wanita Hamil Karena zina menurut Hukum Islam
Pandangan Islam terhadap Hukum Program Keluarga Berencana di Indonesia
Poligami menurut Hukum Islam dan UU Perkawinan dan PP No. 10/1983
Wali Hakim dalam Pandangan Islam
Kedudukan Wali dalam Pernikahan menurut Mazhab Syafi'I dan Hanafi
Nikah Tahlil dan Dampak Psikologis bagi Suami Istri
Bagaimana Adil Berpoligami Berdasarkan Perspektif Al-qur'an Surat An-Nisa' Ayat 129
Hukum Poligami menurut Al-qur'an surat An-Nisa' Ayat 3
Wali Nikah dalam Pandangan Al-qur'an dan Kompilasi Hkum Islam
Wali Mujbir


Khulu' ( Gugatan Cerai Istri dengan Tebusan ) menurut KHI dan UU No. 1 Tahun 1974

Waris Adat Klasik Jahiliyah menurut Hukum Islam Sebelum Turunya Al-qur'an
Hukum Kewarisan Anak Li'an menurut Hukum Islam
Li'an Menurut Hukum Islam
Perkawinan di bawah Umur Akibat Zina menurut Islam
Hijab Menurut Hukum Waris dalam Pandangan Madzhab Syafii
Adopsi Anak menurut Pandangan Islam
Nikah Tahlil dan Hukumnya menurut Agama Islam
Hukum Memakai Mahar bagi Suami menurut Surat An-Nisa' Ayat 4
Peranan Wali Nikah dalam Paaandangan Hukum Islam
Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga
Peranan Qodhi dalam Memutuskan Pernikahan
Kekerasan dalam Rumah Tangga ditinjau dari Hukum Islam dan hukum Positif
Hukum Nafkah dalam Pernikahan
Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Pernikahan Ideal Awal Keluarga Sakinah
Menikahi Wanita Hamil Akibat Zinah
Wali nikah dalam pernikahan menurut imam syafi'i
Usia Perkawinan Ideal menurut Hukum Islam dan Perdata di Indonesia
Mewujudkan Mahabbah dan Mawaddah setelah Menikah
Zhihar dalam Hukum Islam ( Analisis surat Al-Mujadalah 1-4 )
Menikahi Anak Susuan menurut Syariat Islam
Reformasi Rasulullah saw pada Warisan Perempuan
Hukum Menikahi Wanita Non Muslim dan Dampaknya terhadap Keluarga
Aborsi dalam Perspektif Islam
Wakaf dari Non Muslim
Perceraian disaat Istri Sedang Haid
Iddah Istri yang Cerai Mati
Ashabah dalam Pembagian Harta Waris
Warisan bagi Orang yang Hilang ( Al- Maqfud )
Pandangan Rasulullah Terhadap Poligami
Hukum Membayar Mahar bagi Suami yang Kurang Mampu
Nikah menurut Pandangan Imam Syafií
Waqaf dan Nadzir
Usia Ideal dalam Perkawinan Islam
Rusaknya Pernikahan dalam Islam

Mencampuri Istri yang Sedang Haid ditinjau dari Aspek Psikologis

Perwalian Nikah dalam Hukum Hukum Islam
Pembagian Harta Waris menurut Hukum Islam
Hukum Nikah Keengganan Wali ( Wali Adlol )
Kewarisan Kakek bersama Saudara
Pandangan Hukum Islam terhadap Resepsi Perkawinan dan dampak-dampaknya
Khulu' menurut Hukum Islam
Hukum Nikah bawah Tangan
Poligami dalam Hukum Islam
Hukum nikah lewat Telepon
Nikah Mut'ah
Upaya Pencegahan Zina di Kalangan Remaja dengan Nikah
Hukum Talak Raj'i dalam Islam
Pernikahan Barokah di Nurul Iman
Kafaah dalam pernikahan
Ila' menurut Hukum Islam
Aul dan Rad dalam Hukum Ahli Waris
Hukum Nafkah Anak dan Istri yang sudah dicerai
Istri yang Bekerja dan Menafkahi Keluarga
Kewajiban Orang Tua Menafkahi Anak
Pernikahan Melalui Wakil
Hukum Pernikahan Satu Susuan
Persetujuan Mempelai Wanita Sebagai Syarat Pernikahan Menurut Syarat Islam dan hukum Positif di Indonesia
Hukum Menceraikan Wanita yang sedang Hamil
Hukum Mas Kawin menurut al-Qur'an dan Hadits Nabi
Iddah menurut Kompilasi Hukum Islam dan UU No. 1 Tahun 1974
Rusaknya Pernikahan dalam Hukum Islam
Pernikahan Melalui Surat dan Isyarat
Iddah dalam Islam
Hukum Perjodohan dalam Islam
Pinangan dalam Hukum Islam
Nikah Mut'ah
Poliandri dalam Hukum Islam
Perceraian dan Konsekuensinya dalam Islam
Peraan Qadhi (Peraaddilan Agama ) yang Memberi Ketetapan dalam Pernikahan
Kalalah menurut al-Qur'an Surat al-Nisa' Ayat 176

Tinjauan al-Qur'an Surat al-Nisa' Ayat 11-12 tentang Warisan

Hibah Orang Tua terhadap Anak dalam Perspektif Hukum Islam
Mu'asyaroh dengan Non Muslim
Memilih Pasangan dalam Pernikahan menurut Islam
Kewajiban Wanita Memakai Jilbab
Hukum Wasiat terhadap Ahli Waris menurut Keputusan Menteri Agama RI No. 154 Th. 1991
Pinangan menurut perspektif KHI Pasal dan 12
Rujuk dalam Hukum Islam
Wanita-Wanita yang Haram dinikahi
Hak Wanita dalam Masa Iddah Menurut UU. No I Th 74
Status Mahar dalam Perkawinan
Penganiayaan Suami terhadap Istri
Wasiat dalam Hukum Islam
Ittihad al-Majlis dalam Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam
Pelayanan Pencatatan Nikah di KUA Tegowanu Jawa Tengah
Hak Asuh Anak setelah Perceraian menurut Hukum Islam
Dampak positif dan Negatif Pernikahan Dini
Hak Ijbar Nikah dalam Perspektif Hukum Islam
Hak dan Kewajiban Wanita Muslimah dalam Keluarga
Hak dan Kewajiban Anak Terhadap Orang Tua
Mahar dalam Pernikahan menurut Hukum Islam
Wasiat Wajibah dalam Hukum Islam
Talak dalam Perspektif Hukum Islam
Munasakhah dalam Ilmu Faraidh
Konsekuensi Nikah sebagai Ibadah Sakral dalam Menuju Ketenangan Hidup
Hak Istri setelah Perceraian
Pernikahan Sah menurut Perspektif Hukum Islam
Keluarga Berencana menurut Tinjauan Hukum Islam
Warisan Anak dalam Kandungan
Emansipasi Wanita dalam Hukum Islam
Wanita Karir menurut Pandangan Islam
Nikah dan Keutamaannya
Wanita-Wanita yang Mendapatkan Warisan
Menyusui (Radha'ah) menurut Ajaran Islam
Penyelesaian Hak dan Kewajiban Orang yang Meninggal dalam Hukum Islam
Peranan Wanita dalam Rumah Tangga

Poligami menurut Kompilasi Hukum Islam

Kedudukan Saksi Nikah dalam Hukum Islam
Talak Ba'in dalam Hukum Islam
Pernikahan dan Homo Seks
Status Mahar dalam Perkawinan
Menikah Beda Agama ditinjau dari Hukum Agama dan Negara
Hukum Penggunaan Alat Pencegah Kehamilan dalam Islam
Hukum Menerima Hibah dari Non Muslim
Analisis terhadap Pendapat Ulama Kecamatan cisarua Kabupaten Bogor tentang Kedudukan Hukum Nikah Kontrak
Tanggung Jawab Pemeliharaan daan Biaya Hidup Anak Setelah Perceraian
Perkawinan Wanita Hamil diluar Nikah Kedudukan Anak Serta Hukum Waris Bagi Anaknya menurut Hukum Islam
Kedudukan Wali daan Saksi dalam Hukum Pernikahan Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dampak Perceraian Suami-Istri terhadap Anak menurut Hukum Islam dan Perdaata
Prinsip Pernikahan dalam Hukum Islam dan Aplikasinya








JUDUL

CERAI GUGAT ISTRI AKIBAT SUAMI DI PENJARA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
STUDI ANALISIS TAJDIDUN NIKAH DI KUA KEC. WONO SALAM DEMAK
HUKUM PERKAWINAN TERPAKSA KARENA ZINA MENURUT IMAM SYAFI'I
TRANSFORMASI HARTA WAKAF MENURUT IMAM SYAFI'I DAN KHI
THALAK MENURUTPANDANGAN ALQUR'AN SURAT ATH-THALAK AYAT 1
HUKUM DAN HIKMAH SAKSI DALAM PERNIKAHAN MENURUT SYEIKH OMAR AL-KATIB
MASTURBASI MENURUT IMAM SYAFI'I DAN IMAM HAMBALI
KAWIN PAKSA MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA
THALAK BAIN MENURUT IMAM SYAFI'I DAN HUKUM POSITIF INDONESIA
HUKUM MENCAMPURI ISTRI HAID TELAH SUCI TETAPI BELUM MANDI MENURUT IMAM SYAFI'I DAN ILMU KEDOKTERAN
HUKUM MENCAMPURI ISTRI HAID TELAH SUCI TETAPI BELUM MANDI MENURUT IMAM SYAFI'I DAN ILMU KEDOKTERAN
NIKAH TANPA PROSES PACARAN DALAM PANDANGAN IMAM ASY-SYAFI'IYAH
NIKAH TANPA PROSES PACARAN DALAM PANDANGAN IMAM ASY-SYAFI'IYAH
MENJAGA KEUTUHAN RUMAH TANGGA MENURUT PANDANGAN Q.S Ar-RUUM-21
حق فرض الجد عند احتماعه مع الاخوة على افرائض
KEWARISAN KHUNTSA MENURUT MADZHAB IMAM HANAFI DAN MADZAHAB IMAM SYAFI'I
PEMINAMGAN DALM PERSPEKTIF FIQIH DAN KOMPILASI HUKUM ISALM (KHI)
PERCERAIAN DITINJAU DARI KOMPILASI NUKUM ISLAM (KHI)
ALIH FUNGSI TANAH WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM MUASYARAH SUAMI ISTRI MENURUT AL-QUR'AN DAN HADITS
PERSAMAAN GENDER MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
ANJURAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM
PEMAKSAAN DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM NIKAH DILIHAT DARI SUDUT PANDANG MANFAATNYA MENURUT IMAM SYAFI'I
KONSEP MUASYARAH BILMA'RUF MENURUT IMAM SYAFI'I
URGENSI MAHAR DALAM PERNIKAHAN MENURUT KHI DAN KAJIAN ALQUR'AN SURAT AN-NISA AYAT 4
ANJURAN MENIKAH MENURUT AL-QUR'AN DALAM KAJIAN SURAT AR-RUM AYAT 21
KEDUDUKAN SEORANG KALALAH DALAM HAL PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT MAZHAB AL-ARBA'AH
FASAKH NIKAH KARENA SUAMI ATAU ISTRI MURTAD DALAM FIQIH DAN PERUNDANG -UNDANGAN INDONESIA
WAKAF YANG DISALAHGUNAKAN
TINJAUAN MASLAHAH MURSALAH PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
TINJAUAN MASLAHAH MURSALAH PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
ANALISIS DAN PERBANDINGAN WAKAF MENURUT FIKIH ISLAM DAN UNDANG- UNDANG DI INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN FSAKHNYA NIKAH MENURUT IMAM SYAFI'I
KONSEP HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM
SISTEM WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA
HUKUM LARANGAN MENIKAHI MUHRIM MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
KEADILAN DALAM PERKAWINAN PPLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (TINJAUAN ASPEK SOSIOLOGIS YURIDIS)
MAHAR DALAM HUKUM PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
KONTEKS MAWADDAH WA RAHMAH DAN DAMPAK POSITIFNYA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP KELUARGA MUSLIM
ASAS-ASAS KEWARISAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
URGENSI KEDEWASAAN DALAM PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG- UNDANG PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974
PERCERAIAN DAN PENGARUHNYA KEHADAP KELUARGA
KEDUDUKAN MUWAKIF DAN MAUKUF TERHADAP HARTA YANG DIWAKAFKAN MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I
PENGARUH NIKAH SIRRIH TERHADAP KELUARGA DAN LINGKUNGAN
PENGARUH NIKAH DINI TERHADAP RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM
KEDUDUKAN SAKSI DALAM PERKAWINAN MENURUT TINJAUAN IMAM SYAFIFI DAN IMAM HANAFI
HUKUM THALAK SUAMI MENGHARAMKAN ISTRI DALAM PERSPEKTIF IMAM HANAFI DAN IMAM SYAFI;I
URGENSI KEHADIRAN SAKSI DALAM SEBUAH PERNIKAHAN MENURUT IMAM SYAFI'I
KEDUDUKAN AKAD DALAM PERNIKAHAN KOMPILASI HUKUM ISALM(KHI )
PERNIKAHAN YANG ISLAMI MENURUT Q.S. AR-RUM : 21
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESEPSI PERKAWINAN ADAT PALEMBANG STUDI KASUS DI DESA GUNUNG AGUNG SEMENDE PALEMBANG
WASIAT MENURUT KUHPer DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
SANKSI HUKUM ISTRI DURHAKA KEPADA SUAMI MENURUT AL-QUR'AN SURAT AN-NISA' AYAT 34
HUKUM ADOPSI ANAK DI LUAR NIKAH MENURUT HUKUM ISALM
DAMPAK NEGATIF NIKAH SIRRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN KHI
KRITERIA CACAT TUBUH SEBAGAI ALASAN PERCERAIN MENURUT UU 1974(SYTUDY HUKUM ISLAM )
HUKUM MENJUAL BELIKAN HARTA WAKAF MENURUT IMAM EMPAT MADZHAB
KONTRIBUSI ISLAM DALAM HUKUM KEWARISAN DIINDONESIA
POLIGAMI MENURUT HUKUM PERDATA ISLAM ( TINJAUAN PASAL 55-59 KOMPILASI HUKUM ISLAM )
PROBLEMATIKA PEMBAGIAN HARTA WARISAN SUAMI YANG MEMPUNYAI ISTRI LEBIH DARI SATU (STUDI PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA)
PROBLEMATIKA PEMBAGIAN HARTA WARISAN SUAMI YANG MEMPUNYAI ISTRI LEBIH DARI SATU (STUDI PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA)
TUJUAN MENIKAH VERSI AL-QUR'AN SURAT AR-RUM AYAT 21
PERCERAIAN DENGAN ALASAN CACAT JASMANI DI PENGADILAN AGAMA MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN
URGENSI NUSYUZ DALAM PERDATA ISLAM (STUDI KASUS PASAL 84 AYAT 1-4 KHI )
RELASI IDEAL SUAMI ISTRI PRA DAN PASCA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
DAMPAK NEGATIF HUBUNGAN INTIM KETIKA MENSTRUASI MENURUT ISLAM DAN AHLI MEDIS
NIKAH SIRIH DAN AKIBATNYA MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
WAKAF TUNAI DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG PERWAKAFAN
HUKUM MENJATUHKAN TALAK AKIBAT BERGURAU
DAMPAK HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN MENURUT HUKUM POSITIF
HUKUM WAKAF BENDA BERGERAK MENURUT IMAM SYAFI'I
ANALISISA MAZHAB IMAM SYAFI'I TENTANG PERNIKAHAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISALM
LEGALITAS HUKUM PERCERAIAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
PERNIKAHAN MENURUT PERSPEKTIF PERDATA HUKUM ISLAM DI INDONESIA
PERJANJIAN NIKAH DALA PANDANGAN ULAMA'
ANJURAN MENIKAH BAGI MENURUT HADIS NABI
تا ثير الختان المرئة المسلمة وا فكار الفقاه علي ادلة احكا مها
TANGGUNG JAWAB SUAMI TERHADAP ISTRI DAN MENURUT HUKUM ISLAM
BUDAYA BERPACARAN PRA NIKAH DALAM PANDANGAN ISLAM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP UPAYA TERWUJUDNYA KELUARGA SAKINAH,MAWADDAH,WARAHMAH
PANDANGAN KHI TENTANG NIKAH
HUKUM WALIMAH NIKAH PERSPEKTIF EMPAT MAZHAB
MENIKAH DI USIA DINI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PANDANGAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA (STUDI KASUS SYEKH PUJI DAN MARIA ULFA)
PELAKSANAAN TANAH WAKAF SEBAGAI FUNGSI SOSIAL
STATUS ANAK AKIBAT PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
WAKAF MENURUT KOMPERMASI ISLAM
STUDI PERBANDINGAN MENGENAI PERWAKAFAN MENURUT FIKIH ISLAM DAN UNDANG-UNDANG RI NO.41 TAHUN 2004
PERNIKAHAN USIA MUDA TERHADAP PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
CERAI THALAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG -UMDANGAN NO 7 TAHUN 1989
ADIL DALAM BERPOLIGAMI MENURUT SYARIAT ISLAM
KEBENCIAN ALLAH TERHADAP THALAK DALAM HADITS NABI
SEBAB- SEBAB YANG MEMBOLEHKAN FASAKH DALAM PERNIKAHAN MENURUT EMPAT IMAM MADZHAB
PENGARUH PERCERAIAN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
PERKAWINAN USIA DINI MENURUT IMAM SYAFI'I DAN ABU HANIFAH DISERTAI USIA NIKAH DI INDONESIA
PERNIKAHAN WANIT AHAMIL DALAM PERSEPEKTIF IMAM SYAFI'I DAN IMAM MALIK
PERKAWINAN ANTARA MUSLIM DENGAN NON MUSLIM "KAJIAN KOMPARASI ANTARA HUKUM PERKAWINAN INDONESIA DENGAN IMAM MAZHAB"
ESENSI HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI AL-QUR'AN SURAT AL-BAQARAH AYAT 221
HUKUM MENIKAH TAHLIL MENURUT IMAM SYAFI'I
HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH UMUR MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
MEMILIH PASANGAN HIDUP MENURUT HUKUM ISLAM
MODIFIKASI HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN "STUDI ANALISIS RUKUN PERNIKAHAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM"
POLIGAMI DENGAN ALASAN ISTRI MANDUL MENURUT PERSPEKTI HUKUM ISLAM DAN UU NO.1 TAHUN 1974
PROBLEMATIKA PERNIKAHAN PELAJAR STUDI KASUS PONPES AL-ASHRIYAH NURUL IMAN
CARA MENUJU KELUARGA YANG SAKINAH MAWADAH WARAHMAH
NIKAH ANTAR AGAMA DALAM PERSPEKTIF JIL DAN KHIs
ASPEK NIKAH MENUJU SAKINAH MAWADAH WARAHMAH MENURUT IMAM SYAFI'I
HUKUM MENIKAHI PELACUR (PSK) MENURUT TAFSIR JALALAIN SURAT AN NUR DAN HUKUM ISLAM KOMPERHENSIF
PENGGUNAAN SAKSI NON MUSLIM DALAM PERKARA PERCERAIAN DIPERADILAN AGAMA
PENGGUNAAN SAKSI NON MUSLIM DALAM PERKARA PERCERAIAN DIPERADILAN AGAMA
HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
STUDI KOMPARATIF SENGKETA PEMANFAATAN WAKAF DALAM PERSPEKTIF FIKIH 4 MAZHAB DAN PER UU DI INDONESIA
KONTERASEPSI DAN AZL MENURUT IMAM AS-ASYAFI'I
DAMPAK PERCERAIN AKIBAT EKONOMI KARENA ORANG TUA KEPADA ANAK
HUKUM ORANG TUA MELARANG ANAK RUJU' KEPADA ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM
PERUBAHAN ALIH FUNGSI HARTA WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU. NO. 41 TAHUN 2004
HUKUM JUAL BARANG WAKAF MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I
PERSELISIHAN PARA ULAMA TENTANG KEDUDUKAN WALI DALAM AKAD NIKAH
KEDUDUKAN WALI HAKIM DALAM DILUAR NIKAH
HUKUM MENIKAHI PEZINA MENURUT SURAT AN-NUR AYAT 3 DAN PANDANGAN IMAM SYAFI'I
HUKUM MENCARI PASANGAN HIDUP MENURUT ULAMA FIQIH
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PRILAKU PENYIMPANGAN SEKS (OBSERVASI PONDOK PESANTREN AL-ASHRIYYAH NURUL ISLAM)
ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM DALAM MADZAB IMAM SYAFI'I
STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM FIQIH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM SEBUAH KAJIAN TENTANG MURTAD SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
HUKUM MENIKAHKAN AL-AYYAMA DALAM KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 32
HUKUM WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT EMPAT MAZHAB
NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I DAN DAMPAK POSITIF DAN NEGATIFNYA
DEFINISI PERNIKAHAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
DAMPAK DAN KEABSAHAN THALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
WAKAF PRODUKTIF MENURUT UNDANG-UNDANG NO.21 TAHUN 2004
HUKUM WARIS BAGI SEORANG PEMBUNUH DALAM PANDANGAN IMAM SYAFI'I
HUKUM PERKAWINAN DENGAN PEREMPUAN HAMIL
HAKIKAT PERKAWINAN NENURUT KHI
PERNIKAHAN DINI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA
HUKUM KHITBAH MENURUT IMAM SYAFI'I
ETIKA RUMAH TANGGA MENURUT SYEKH MUHAMMAD BIN UMAR AN-NAWAWI (TELAAH KITAB UQUDILIJAIN )
ANALISA KAWIN MUDA MENURUT IMAM SYAFI'I
HUKUM MENIKAHI JANDA YANG DITINGGAL MATI DALAM MASA IDDAHNYA MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM
STERILISASI BAGI SUAMI ISTRI DALAM KEUARGA BERENCANA MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM
HIBAH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN APLIKASINYA DI INDONESIA
MAHAR ( STUDI ANALISIS TERHADAP LAFADZ FARIDHAH SURAT AN-NISAAYAT 24')
KAJIAN HUKUM ISLAM MENGENAI PERKAWINAN JIN DENGAN MANUSIA
PERNIKAHAN SEORANG PEREMPUAN YANG TIDAK DIIZINKAN OLEH AYAH TIRINYA MENURUT HUKUM ISLAM
BATASAN WAJIB NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT IMAM SYAFI'I
PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT EMPAT MAZHAB DAN IMAMIYAH
DAMPAK DAN PENYELESAIAN NUSYUZ MENURUT HUKUM ISLAM
AKIBAT HUKUM DEMI PERCERAIAN TERHADAP ANAK DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
HADANAH PASCA PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI MELAKUKAN POLIGAMI
BATAS MAMPU DALAM MENIKAH MENURUT SYARIAH HUKUM ISLAM
PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI'I (TELAAH ANALISA TENTANG KINAYAH DALAM PERCERAIAN )
PENGARUH MAZAHAB DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORSI)
HUKUM IDDAH MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MENURUT IMAM SYAFI'I
HUKUM POLIGAMI MENURUT AL-QURAN AN-NISA AYAT 3 DAN PERUNDANG -UNDANGAN DI INDONESIA
NIKAH DENGAN NON ISLAM MENURUT PROF. M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH SURAT AL-BAQARAH AYAT 221
KAPAN SEORANG ISTRI DIBOLEHKAN MENIKAH LAGI DENGAN LAKI-LAKI LAIN MENURUT ISLAM
MASALAH-MASALAH DALAM WAKAF DAN PENYELESAIANNYA
HUKUM ZIHAR SEBAGAI SALAH SATU AKIBAT JATUH THALAK DALAM PERNIKAHAN
HUKUM NIKAH TANPA WALI DIKALANGAN UMAT ISLAM MENURUT IMAM SYAFI'I
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM TAFSIR ASH-SHOWI (KAJIAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 233 DAN SURAT ATH-THALAK AYAT 7)
PANDANGAN ULAMA; TENTANG NIKAH
HUKUM PEREMPUAN MEMILIH PASANGAN NIKAH MENURUT IMAM ADU HANIFAH DAN IMAM SYAFI'I
STATUS ANAK SAH DAN TIDAK SAH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
HUKUM MENGADOPSI ANAK MENURUT AL-QUR'AN SURAT AL-AHZAB AYAT 37
KELALAIAN SUAMI TERHADAP NAFKAH ISTRI DAN KELUARGA SERTA AKIBAT HUKUMNYA
ZINA MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I
HUKUM WASIAT (ORANG TUA KEPADA ANAKNYA) MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I
HUKUM WASIAT TERHADAP AHLI WARIS MENURUT PANDANGAN AL- IMAM AS SYAFI'I
CERAI TANPA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DALAM ISALM PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF
PERCERAIAN MENURUTIMAM SYAFI'I
STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
DAMPAK NEGATIF NIKAH SIRRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN KHI
TINJAUAN UMUM HUKUM ISLAM TENTANG PERWALIAN HUKUM AGAMA
HUKUM MENIKAHI ANTARA MUSLIM DENGAN NON MUSLIM MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
TUJUAN MENIKAH MENURUT QURAISH SHIHAB
PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP KETURUNAN MENURUT ISLAM DAN TEORI KEDOKTERAN
HUKUM KELUARGA SAKINAH MENURUT AL-QURAN Q.S AN-NISA AYAT 1-6
MAHAR MENURUT PANDANGAN ULAMA' FIQIH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
KESETARAAN ( KAFAAH) DALAM PERNIKAHAN MENURUT SURAT AL-BAQARAH AYAT 221
HUKUM MENERIMA SUMBANGAN JARIAH DAN WAKAF DARI ORANG NON MUSLIM MENURUT EMPAT MAZHAB
NIKAH MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT JAWA
STUDY ANALISIS FAKTOR -FAKTOR PENYEBAB RETAKNYA HUBUNGAN SUAMI ISTRI
POLIGAMI DENGAN ALASAN ISTRI MANDUL MENURUT PERSPEKTI HUKUM ISLAM DAN UU NO.1 TAHUN 1974
HUKUM NAFKAH WANITA HAMIL YANG DITHALAK BAIN MENURUT IMAM SYAFI'I
NIKAH DIBAWAH UMUR MENURUT IMAM ABU HANIFAH
NIKAH DIBAWAH UMUR MENURUT IMAM ABU HANIFAH
MAHAR DALAM PERKAWINAN MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MAZHAB (STUDI ANALISIS MAHAR MITSIL)
HUKUM PEREMPUAN MEMILIH PASANGAN NIKAH DALAM PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI'I
ANALISIS PENDAPATMAZHAB SYAFI'I TENTANG USIA PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
HIV ATAU AIDS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
NIKAH SIRRI MENURUT HUKUM SYARI'AT DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
STIGMA POLIGAMI DALAM PERSAMAAN GENDER PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
PERCERAIAN MENURUT HUKUM KOMPILASI HUKUM ISLAM
PENDAFTARAN PERWAKAFAN TANAH MILIK DAN AKIBAT MENURUTPP NO 28 TAHUN 1977
NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I DAN DAMPAK POSITIF DAN NEGATIFNYA
NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I DAN DAMPAK POSITIF DAN NEGATIFNYA
PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR AKIBAT ZINA MENURUT HUKUM ISLAM DAN POSITIF INDONESIA
MENIKAHI WANITA HAMIL AKIBAT ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM KUHPer
PEMAHAMAN BENTUK HUKUMAN NUSYUZ DALAM AL-QUR'AN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISALM
STATUS ANAK HASIL INSEMINASI BUATAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
HUKUM MENIKAHI ANAK HASIL ZINA MENURUT PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I
STATUS ANAK DARI NIKAH SAH DAN TIDAK SAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
PELIMPAHAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB NADZIR SETELAH BERHENTI MENURUT UU NO. 41 THN 2004 DAN HUKUM ISLAM
STUDI KOMPARATIF MENGENAI HAK WARIS ANAK LUAR KAWIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA
KEDUDUKAN ANAK TIRI DALAM WARIS MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA
HUKUM SUAMI MEMBERIKAN MAHAR KEPADA ISTRI DALAM SURAT AN-NISA AYAT 4
HARTA WAQAF SEBAGAI DANA UMAT
PEMBATASAN IDDAH DALAM PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I

STATUS KEPEMILIKAN HARTA BENDA WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PERNIKAHAN SIRRI MENURUT AL-QUR'AN DAN HADIST DAN AKIBATNYA
WANITA IDAMAN MENURUT PESPEKTIF ISLAM
MANAGEMAN PENGELOLAAN WAKAF TUNAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
ILA' MENURUT MAZHAB IMAM SYAFI'I
MAWARIS BERDASARKAN WASIAT MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN DI DESA CIDERUM KEC.CARINGIN BOGOR
SYIQOQ DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
WAKAF TUNAI SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENGEMBANGAN EKONOMI DIINDONESIA
PERNIKAHAN YANG TIDAK DISYAHKAN MENURUT HUKUM ISLAM
HADHANAH MENURUT PERSPEKTIF IMAM HAMBALI
AKAD DALAM PERKAWINAN HUKUM ISLAM
HADLANAH PASCA PERCERAIAN MENURUT KHI
KAFA'AH DALAM PERNIKAHAN AHLULBAIT RASULALLAH SAW
TATA CARA PERWAKAFAN MENURUT UU.NO.41 TAHUN 2004
HUKUM RUJU' MENURUT IMAM MADZHAB
BATAS-BATAS HAK SUAMI DALAM MEMPERLAKUKAN ISTRI SAAT NUSYUZ DAN SANKSI PIDANANYA
HUKUM MEMBATALKAN PERKAWINAN MENURUT KHI PASAL 70-76
HUKUM MENJUAL TANAH WAKAF MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
HUKUM MENJUAL MASJID WAQAF MENURUT EMPAT IMAM MADZAB
PELAKSANAAN WALIMATUL URSY SECARA BERLEBIHAN MENURUT KHI
KEABSAHAN NIKAH DITINJAU DARI SYARAT DAN RUKUN NIKAH
KEDUDUKAN ANAK HASIL INSEMINASI BUATAN DALAM HUKUM MAWARIS
NIKAH SIRRI DIKALANGAN REMAJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
MEMBUJANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM
PENGAWASAN HARTA WAKAF MENURUT PASAL 63 UU NO 41 THN 2004
EKSISTENSI PERSELINGKUHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA
STATUS ANAK INCEST DALAM HUKUM ISLAM
HUKUM WAQAF TUNAI MENURUT FATWA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
HUKUM WALIMATUL URSY MENURUT ISLAM
KONSEP POLIGAMI MENURUT Q.S AN-NISA' AYAT 3
KEDUDUKAN ANAK DALAM DALAM ILMU WARIS
STATUS PERNIKAHAN DIBAWAH TANGAN (ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN KHI)
HAK WARIS ANAK PEREMPUAN MENURUT EMPAT MAZHAB
POLIGAMI TANPA IZIN ISTRI PERTAMA MENURUT PERSPEKTIF UU PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974
MENELANTARKAN NAFKAH ANAK DAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM
MENINGGALKAN SUAMI TANPA STATUS CERAI MENURUT HUKUM ISLAM
ANALISA AL-QUR'AN SURAT AL-BAQARAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
HIBAH TERHADAP ANAK YATIM MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
WASIAT KEPADA ORANG YANG MENBUNUH PEWASIAT DALAM KHI
PENCEGAH THALAK KARENA NUSYUZ
TELAAH HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 16 TENTANG WAKAF BENDA BERGERAK PADA UU NO 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
STATUS PERNIKAHAN DENGAN PERWALIAN HAKIM TERHADAP WANITA YANG MEMILIKI WALI NASAB DALAM ISLAM
URGENSI PERKAWINAN DALAM KONTEKS MODERN ( TELA'AH STUDI FIKIH KONTEMPORER)
ESENSI POKOK HUKUM POLIGAMI DALAM PERNIKAHAN MENURUT IMAM SYAFI'I
PUTUSNYA IKATAN PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM
MUNASKHAH DALAM ILMU MAWARIS
PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
WAKAF TUNAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
NIKAH MUHALLIL DALAM KITAB NAILUL AUTHAR
PERSAKSIAN NIKAH DALAM HUKUM ISLAM
WASIAT DALAM TINJAUAN KHI
IJAB QABUL DALAM PERNIKAHAN BAGI TUNA WICARA
PERAN SAKSI DALAM PERNIKAHAN MENURUT PANDANGAN ISLAM
RESTU ORANG TUA BAGI PERNIKAHAN ANAK
KEWAJIBAN ISTRI MENURUT UU PERKAWINAN NO 106
KEDUDUKAN WANITA DIANTARA POLIGAMI DAN CERAI MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
KAJIAN AL-QUR'AN SURAT AN-NISA' TENTANG KONSEP KEADILAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG DIPOLIGAMI
PEMBERDAYAAN WAKAF UNTUK KESEJAHTERAAN UMAT (PENDEKATAN PADA NADZIR)
PEMBAGIAN HARTA WARIS DENGAN CARA ADAT MENURUT ISLAM
UPAYA MENANGGULANGI ZINA DENGAN BERPOLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM
PERSAMAAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI YANG MASIH BELAJAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM
LI'AN MENURUT IMAM SYAFI'I
DAMPAK PERSELINGKUHAN KEPADA RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM
PERCERAIAN AKIBAT CACAT TUBUH MENURUT HUKUM ISLAM
ABORSI MENURUT PANDANGAN IMAM MAZHAB AHMAD BIN HAMBAL
PERNIKAHAN PADA JANDA DALAM ISLAM
SISTEM PERNIKAHAN YANG MENGANGKAT HARKAT MANUSIA
PERAN ISTRI DALAM MEMBINA RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM KHITBAH TERHADAP WANITA YANG SEDANG IDDAH DALAM KITAB NAILUL AUTHAR
PERWALIAN SAUDARA KANDUNG DALAM PERNIKAHAN MENURUT KHI
HUKUM TALAK BAGI WANITA YANG BELUM TERCAMPURI
PERAN SUAMI SABAGAI KEPALA RUMAH TANGGA MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN HARTA WAKAF UNTUK KESEJAHTERAAN UMAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
PERNIKAHAN DALAM ADAT PARIAMAN MENURUT HUKUM ISLAM
KETAATAN ISTRI TERHADAP SUAMI MENURUT AL-QUR'AN DAN HADITS
KEIHLASAN ISTRI SEBAGAI ALASAN SUAMI UNTUK BERPOLIGAMI
KESEMPURNAAN NIKAH DALAM ISLAM
WARIS TESTAMETER MENURUT KUHP
PERANAN DAN STATUS WANITA DALAM RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
MENIKAHI MANTAN IBU TIRI QABLA DUKHUL DITINJAU DARI Q.S. AN-NISA' AYAT 22
PEMAKSAAN DALAM PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM
KRITERIA ISTRI SOLEHAH DALAM PANDANGAN ISLAM
KEDUDUKAN ANAK ASUH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK AKIBAT PERCERAIAN DIINDONESIA
MENELANTARKAN ISTRI DENGAN MELEPASKAN HAK-HAKNYA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
HUKUM MAHAR DALAM SEBUAH PERKAWINAN MENURUT IMAM SYAFI'I
PARADIGMA ATURAN WAKAF DI INDONESIA SESUAI DENGAN KHI
PANDANGAN ULAMA SYIAH TENTANG NIKAH MUT'AH
PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO 1 TAHUN 1974
NUSYUZ MENURUT AL-QUR'AN DAN SURAT AN-NISA' AYAT 34
NIKAH MUT'AH MENURUT PANDANGAN ULAMA SUNNI
HUKUM TALAK TIGA DIUCAPKAN SATU KALIMAT MENURUT Q.S AL-BAQARAH AYAT 229
HUKUM MENJUAL HARTA WAQAF MENURUT IMAM AHMAD BIN HAMBAL
HUKUM MENIKAHI WANITA DALAM MASA IDDAH DAN NASAB ANAK YANG DIKANDUNGAN
KEDUDUKAN PEREMPUAN SEBAGAI SAKSI NIKAH MENURUT HUKUM ISLAM
PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM POLIGAMI BAGI SUAMI ISTRI
DAMPAK PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR BAGI SEORANG ANAK
KHITBAH MENURUT KHI
NAFKAH PARA KERABAT BERLAINAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM
MEMBERI WASIAT KEPADA ANAK YANG MASIH DALAM KANDUNGAN MENURUT HUKUM ISLAM
IHDAD WANITA KARIR PADA MASA IDDAH MENURUT AL-QUR'AN SURAT AL-BAQARAH AYAT 234
STATUS PERCERAIAN TANPA MELALUI INSTANSI PENGADILAN DALAM KUHPer
ALASAN SUAMI BERPOLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM
MENGHINDARI PERZINAHAN DENGAN MENIKAH DIMASA MUDA MENURUT HUKUM ISLAM
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK AKIBAT PERCERAIAN DI INDONESIA
HUKUM MENELANTARKAN ANAK KANDUNG MENURUT AJARAN ISLAM
RESOLUSI KONFLIK KELUARGA MENURUT HUKUM ISLAM
KEDUDUKAN MAHAR YANG DIPAKSAKAN MENURUT HUKUM ISLAM
PEMBARUAN NIKAH DALAM PERNIKAHAN HUKUM ISLAM
KEADILAN SUAMI DALAM BERPOLIGAMI MENURUT KHI
NIKAH MISYAR MENURUT SYEKH YUSUF AL- QORADHAWI
HUKUM ISLAM TENTANG FASAKH PERNIKAHAN (KARENA KETIDAKMAMPUAN SUAMI MENUNAIKAN KEWAJIBANNYA)
KELUARGA SAKINAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM MENURUT SURAT ARUM 21
KHULU'NYA SEORANG ISTRI YANG TERANIAYA MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
HUKUM MENIKAHI ANAK SAUDARA SATU SUSUAN MENURUT SURAT AN-NISA AYAT 23
HUKUM ISTRI MENINGGALKAN SUAMI UNTUK BELAJAR
NIKAH BEDA AGAMA MENURUT FATWA KOMISI FATWA MUI
HUKUM PERTUNANGAN ANTARA TRADISI DAN AGAMA ISLAM
WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN PANDANGAN IMAM SYAFI'I
KAJIAN SURAT AN-NISA' AYAT 23 TENTANG PERNIKAHAN
PENYELESAIAN SENGKETA WARIS MENURUT HUKUM ISLAM
WALI NIKAH MENURUT HUKUM ISLAM
GUGATAN SEORANG ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM HUKUM ISLAM
HADLANAH DALAM PERSEPEKTIF HUKUM ISLAM
GANGGUAN JIWA SEBAGAI ALASAN DALAM PERCERAIAN





JUDUL

Eksistensi Pengaruh Qaul Jadid Terhadap Qoul Qodim Dalam Aturan Waris Mazhab Imam Syafii
Perempuan Memilih Pasangan Nikah Menurut Pandangan Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah
hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut Islam dan Hukum Positif
Perzinaan Dengan Anak Dibawah Umur dalam Prespektif Hukum Islam Dan Positif
Studi Analisis dampak Problematika Nikah Shighar Menurut Imam Syafii
Hukum Menikahi Wanita Hamil Menurut Mazhab Syafii Dan Kompilasi Hukum Islam
Status Anak Yang lahir Dari Suami Muhallil Menurut Imam Sayfii
Hukum Waris Dan Nasab Anak Akibat Perkawinan Di Bawah Tangan Perspktif Hukum Islam Dan Hukum KHU Perundangan-undangan Indonesia dan Perbandingan
Hukum Nikah Dengan Akad Tulisan dan Isyarat Menurut Imam Syafii
Hukum Perempuan Memiih Pasanagan Dalam Pandangna Abu Hanifah Dan Imam syafi'I
Nikah Campuran Dan Implikasinya Terhadap staus Kewrganegaraan
Hukum Suami Tidak Mampu Menafkahi Istri Dalam Perspektif Madzab Safi'i
Status Istri Dalam Perkawinan Akibat Suami Hilang Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia
Hukum Pengulangan Akad Akibat Pernikahan Sirri
Batasan Melihat Wanita Yang Dikhitbah Menurut Imam As-Syafii Dan Imam Daud Az-Zhahiri
Kedudukan Wali Dalam Pernikahan Menurut Imam Abu Hanifah Dan Imam Syafii
Analisis Thalaq Dalam Keadaan mabuk Perspektif Hukum Islam
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Akibat Impotensi
Tinjauan Fiqih dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1925 Terhadap Amnesia Sebagai Alasan Gugatan cerai
Pandangan Ulama Fiqih Klasik dan Kontemporer Mengenai Hukum Mencegah Kehamilan Menggunakan Alat Kontrasepsi dan Azl
Kekerasan Terhadap Isteri Dalam Rumah Tangga menurut UU N0 23 Tahun 2004 Dan Hukum Islam (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Bogor No,717/Pid.B/2009/P.N.Cbn.)
Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap Menikahi Wanita Hamil Diluar Nikah
Fasakh Nikah Karena Suami Atau Istri Mengidap Penyakit Mematikan
Jilbab Dalam Pandangan Abu Al-A'la Al- Maududi dan Muhammad Syaid Al-Asymawi
PERNIKAHAN ANTAR SEPUPU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Tinjauan Peminang Perspektif Imam Malik dan Imam Syafii
Keadilan Al-Qur'an Dalam Kewarisan Analisis Al-Qur'an Surat An-Nisa Ayat 11 Tentang Bagian Waris Anak Perempuan
Analisis Hukum Mahar DI Tinjau dari Segi Perspektif Islam Modern Menurut Imam Syafii Dalam Kitab al-Umm

Studi Komperatif Pemindahan Hak Wali Nikah Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

Rujuk Dengan Pebuatan Menurut Hukum Islam Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Status Wanita Pasca Peminanangan Munurut Konsep Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pelaksanaan Wasiat Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Di Indonesia
Mahar Suami Yang Meninggal Qobla Ad-Dukhul Menurut Pandangan Ulama
Problematika Kawin Kontrak Dalam Perspektif Hukum ISlam
Radha'ah (Susuan) Dan Status Anak Radha' (Anak Susuan) Menurut Perspektif Imam Syafii
Status Anak Diluar Nikah Menurut Fiqh dan KHI
Perceraian Akibat suami Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam
Wali Nikah Menurut Madzab Imam Syafi'I dan Kompilasi Hukum Islam
Tinjauan Hukum Islam Terhadap persaksian Perceraian Dalam Hukum Perkawinan Positif Indonesia
Hukum Menikah Wanita Muslimah Dengan Ahli Kitab Dalam Pandangan Al-Qur'an

Kewarisan Dalam Asuransi Jiwa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam

Hak Ayah Terhadap Pengasuhan Anak akibat Putusnnya Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang Perkawi
Hukum Alat Bantu Dalam Memenuhi Kebutuhan Biologis suai istri menurut kesehatan dan pandangan beberapa ulama
Wali Nikah Anak Angkat Menurut Pandangan Mazdhab Syafii dan Hambali
Pandangan Imam Syafii Tentang 'Iddah Karena Khalwah Shahihah
Hukum Penyewaan Rahim Menurut Pandanagn Islam
Perkawinan Usia Dini Menurut Pandangan Ulama Fiqih (Imam As-Syafii dan Abu Hanifah) Serta Kaitannya Dengan Usia Nikah Di Indonesia
Hukum Menikahi Wanita Kafir Yang Lari Dari Suaminya Karena Masuk Islam Menurut Hukum Islam
Konsepsi Kafa`ah dalam Pernikahan Perspektif Ulama Fiqh dan Relevansinya Dengan Pembentukan Keluarga
Pandangan Hukum Islam Tentang Hak Waris Anak Hasil Perkawinan Poligami
Kedudukan Hak Cipta Dalam Kewarisan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif
Pembagian Harta Waris Terhadap Anak Tiri Dengan Metode Wasiat Wajibah Menurut KHI
Hukum Nikah Muth'ah Menurut Mazhab Imam Syafii
Hukum talaq Tiga Yang Diucapkan Sekaligus Dalam Perspektif Mazhab Syafii
Hukum Mahar Mitsil Kawin Subhat Menurut Imam Syafii
Hak Hadhanah Bagi Ibu Yang Sedang Mengidap HIV/Aids
Tinjauan Hukum Islam Tentang Batasan Waktu Dalam Ikrar Thalaq
Perjanian Perkawinan Menurut Kitab U.U Hukum Perdata Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Dampak Hukum Perceraian Di Bawah Tangan Terhadap Wanita Menurut Perspektif Hukum Islam dan UU No.1 Tahun 1974
Hadhanah Akibat Perceraian Bagi Ibu Murtad Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Ulama Syafiiyaah
Hukum Menikahkan Anak Gadis Oleh Wali Mujbir Menurut Pandangan Fuqaha dan Dalam UU No.1 Tahun 1974
Urgensi Nasab Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
Kedudukan Hukum Perjanjian Nikah Tentang Percampuran Harta Dalam Perkawinan MENurut Hukum Islam
Kadar Mahar dalam Pernikahan (Kajian Terhadap Pendapat Madzhab)
Wali Nikah Beda Agama Dalam Perspektif Imam Syafii
Signifikansi Pencatatan Pekawinan Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif
Tinjauan Kawin Hamil Menurut Maqoshid Syari'ah Dalam Konstruksi Hukum Islam
Kafaah Dalam Pernikahan Menurut Perspektif Imam Syaei'i
Pembatalan Pernikahan Menurut Fiqih Dan UU No.1 Tahun 1974

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kedudukan Jaksa Dalam Pembatasan Perkawinan (Studi Pasal 26 UU No.1 Tahun 1974)

Peranan Wanita Muslim Dilihat Dari Sudut Pandang Syariat Islam
Tinjauan Kaidah Fiqhiyyah Tentang Poligami Menurut Kompilsasi Hukum Islam
Hukum Nikah Tanpa Persetujuan Orang Tua Menurut Hukum Islam
Padangan Mazhab Imam Syafii Tentang Kedudukan Nafkah Bagi Wanita Karir
aurat Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Relefansinya Dengan Masa Kini
Status wali Nikah Anak Li'an Dalam Pandangan Mazdhab Syafii
Kedudukan Mahar Pasca Perceraian Qobla Ad-Dukhul Menurut Hukum Islam
Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian Dan Dampaknya Terhadap Pemeliharaan Anak Menurut Perspektif Hukum Islam Dan UU No.1 Tahun 1984
Pandangan Pernikahan Masal Pada Pondok Pesantren (Studi Kasus Pada Pon-pes Al-Ashriyyah Nurul Iman)
Pernikahan Dibawah Umur Menurut sejarah Hukum Dan Problematikanya
Problematika perkawinan Beda Agama Dan Implikasinya Terhadap Agama Anak
Nikah Dalam UU No.1 Tahun 1974 Menurut Hukum Islam
Perjanjian Pra Nikah Dalam Hal Jumlah Mahar Yang Telah Ditentukan Dalam Perspektif Imam Syafii
Kewarisan Ayah Jika Pewaris Tidak Meninggalkan Anak Menurut Fiqih Mawaris Dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN LINTAS AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM LIBERAL
Tinjauan Fiqih dan Hukum Islam di Indonesia Mengenai Kedudukan Al-Shulhu Dalam Kewarisan
Hukum Menikahkan Gadis Belum Dewasa Oleh Wali Selain Ayah Dalam Perspektif Hukum Islam
Batasan-Batasan tanda Seorang Istri Yang Nusyuz Terhadap Suaminya
Waris Bagi Orang Yang Hilang Menurut Pebandingan Mazhab (Mazdhab Ahlu As-Sunah Wa Aljama'ah)
Supremori Hukum Islam Terhadap Keabsahan Poligami (Studi Komperatif Dalam Fiqih Kontemporer)
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Jaminan Kesehatan Istri Oleh Suami
Pencegahan Perkawinan Menurut UU No.1 Th 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam
Analisis Kedudukan Saksi Non Muslim Dalam Peradilan Agama Di Indonesia
Kloning Manusia Menurut Prespektif Hukum Isam
Hukum Nikah Dengan NIAt Thalaq Menurut Imam Empat Mazhab
Hukum Nikah Dengan NIat Thalaq Menurut Imam Empat Mazhab
Kedudukan dan Hukum Istri Karir Menurut Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Hukum Pembatalan Pernikahan Akibat Paksaan Dalam Pernikahan Menurut KHI
Kewajiban Suami Menafkahi Iddah Istri Yang Sudah Dicerai Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 81 Ayat 1 Tahun 1974 dan Al-Qur'an Surat Al-Baqorah Ayat 241
Beberapa Akibat Hukum Dari Perceraian dengan Alasan Suami Murtad
Sikap Pesantren terhadap UU N0 1 Th 1974 (Studi kasus pon-pes al-Asyriyyah Nurul Iman)
Aul dan Rad dalam Pembagian Hukum Waris Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'I
Wali Nikah Bagi Anak Perempuan Yang Beda Agama Dengan Bapak Kandungnya Menurut Hukum Islam
Penetapan Umur dalam rangka mencapai tujuan pernikahan (perbandinan antara UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No. 23 Th 2002 tentang perlindungan anak
Status Anak Lahir Luar Nikah Menurut Fiqih Dan Kompilasi Hukum Islam

Nikah Sirri Menurut Hukum Islam Dan Perspektif Hukum Positif Di Indonesia

Konsep Pembinaan dan Pembentukan Keluarga Sakinah Menurut Hukum islam Tinjauan Al-Qur'an Surat An-Nisa Ayat 34
Hak mengasuh Anak Pasca Perceraian Menurut Mazdhab imam Syafii
Perkawinan Di Usia Muda Dan Pengaruhnya Terhadap Perceraian Menurut UU Ayat 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Fasakh Nikah di Sebabkan Suami mafqud dan Tidak Memberi Nafkah Menurut Hukum Islam
Aurat Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Relefansinya Dengan Masa Kini
Nikah Bawah Umur Bagian Ekspoitasi Hak Asasi Anak Perspektif KHI dan UU KOMNAS PA (Komisi Nasional Perlindungan Anak)
Disfungsi sexual sebagai alasan terjadinya perceraian
Mahar Menurut Imam Syafii serta Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pembagian Harta Bersama (Gono Gini) Akibat Perceraian menurut hukum Islam Dan UU No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
Mahar dengan Al Qur'an menurut madzhab Imam Asy syafi'i
Khulu' Menurut Mazhab Imam Syafii dan Beberapa Akibatnya
Poligami Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif
Pernikahan dibawah Umur Akibat Hamil Diluar Nikah Menurut KHI
Akibat Pelanggaran Ta'lik Thalaq Di Indonesia Menurut Imam Syafii
Perlindungan Anak Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU No.23 Tahun 2002 Dan Hukum Islam
Cerai Gugut Akibat Suami Tidak Mampu Memberi Nafkah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Putusan Fasakh Atas Perkawinan Karena Murtad Menurut Hukum Islam Dan Perundang-Undangan Di Indonesia
Kontradiksi Poligami Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif
Hukum Wali Yang Melaranng Janda Menikah Kembali Menurut Hukum Islam
Hukum Poligami Menurut Pandangan Mazdhab Imam Syafii dan Mazdhab Imam Malik
Urgensi Pencatatan nikah Dalam KHI
Anak Zina Ilhaq Pada Suami Ibunya (Analisis Hasil Keputusan Bahtsul Masail Muktamar NU XII Di Malang
Kedudukan Sakri Dalam Ruju' Menurut Perspektif Imam Syafii dan Imam Hambali
Kontribusi Hukum Islam dan Hukum Adat Dalam Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 dan KHI
Kewarisan Anak Dari Nikah Mut'ah Menurut Perspektif Hukum Islam dan Positif Hdi indonesia
Hak waris Laki-laki dan Perempuan Menurut Munawir Sjadzali
Thalaq Melalui Media Digital Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam
Hukum Melamar wanita Yang sedang Menjalani Masa Iddah Menurut hukum Islam
Tingginya Mahar Mempersulit Seorang Pemuda Menikah Dengan Mudah Dalam Hukum Islam
Pernikahan Dini Dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Menurut Hukum Islam dan Ilmu Kedokteran
Sampak Negatif Seks Babas Dalam Perspektif Hukum Islam
Hukum Menikahi Anak Tiri Menurut Perspektif Hukum Islam
Dampak Hukum Islam Di Indonesia Terhadap Pembasian Harta Bersama Dalam Pernikahan Menurut Undang-undang KUHPer
Dampak Emansipasi Wanita dalam Pengasuhan Anak
Problematika dan Hak Wanita Karir dalam Keluarga Menurut Pandangan Hukum Islam
Kewajiban Memakai Jilbab Bagi Wanita Ketika Di Luar Rumah
Urgensi Perjanjian Pra Nikah Sebagai Solusi Mengantisipasi Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kewajiban Suami Kepada Istri Yang Ditalak Satu Menurut Imam Syafi'i
Pandangan Islam Tentang Mahalnya Mahar dan Pesta Pernikahan Yang Berlebihan
Pandangan Islam dalam Menyikapi Hukum Pernikahan Antar Gay Dan Dampak Negatif Dalam Ilmu Kedokteran
Konsep Membangun Rumah Tangga (sesuai Perkembangan Zaman) Menurut Perspektif Hukum Islam
Hukum Pengelolaan Harta Waris Anak Yatim Oleh Ahli Yang Ditunjuk dalam Perspektif Hukum Islam
Permohonan Cerai Gugat Istri Akibat Ditinggal Suami Tanpa Pesan Menurut Perspektif Hukum Islam
Pembayaran Sebagian Mahar Yang ditangguhkan (Utang) dari Pihak Suami Kepada Istri Menurut Hukum Islam
Hak Asuh ANAk (Hadhanah) Hasil Nikah Sirri Menurut Kompilasi Hukum Islam
Pernikahan Perempuan Dewasa Dan Pengaruhnya Terhadap Reproduksi Menurut Pandangan Hukum Islam
Khulu'nya Seorang Wanita Akibat Nusyuznya Seorang Laki-Laki Menurut Persepektif Hukum Islam
Gugatan Perceraian Dari Istri Karena Pertengkaran Ynag tidak Dapat Terselesaikan Atau Syiqoq (Analisis Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 1 than 1974
Pembagian Waris Bagi Ahli Wari Yang Hilang Menurut Madzhab Imam Syafi'i
Status Anak Hasil Nikah Sirri Menurut Kompilasi Hukum Islam
Prinsip Kafaah dalam Pernikahan Seorang Pria Ketika Meminang Calon Istri Menurut Pandangan Hukum Islam
Status Hhhukum Nikah Sirri dan Pencatatan Pernikahan Menurut KHI dan UU Perkawinan th 1974
Fasakh Perkawinan Setelah Membangun Rumah Tangga Dalam Hukum Islam
Kekerasan Seks Sebagai Akibat Percaraian Ditinjau dari Kesehatan dalam Hukum Islam
Pentingnya Khitbah Untuk Menuju Pernikahan Bahagia Menurut Pandangan Hukum Islam
Pernikahan Pria Dengan Wanita Hamil Di Luar Nikah Akibat Zina Menurut Perspektif Hukum Islam
Wali Non-Muslim Dalam Pernikahan Menurut Hukum Islam
Hadhanah Pasca Perceraian Bagi Ibu Yang Murtad Dalam Hukum Islam
Wanita Karir dalam Rumah Tangga Ideal Menurut Pandangan Hukum Islam
Hukum Seorang Wali Yang Membatalkan Pernikahan Anaknya (Kawin Lari) Menurut Kompilasi Hukum Islam
Stusi Analisis Tentang Perjanjian Perkawinan Menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan
Pengaruh Aliran Syiah terhadap Pelaksanaan Nikah Mut'ah Di Indonesia
Hak Asuh ANAk Pasca Perceraian Bagi Orang Tua Beda Agama dalam Hukum Islam
Wanita dan Kewajibannya Sebagai Pendidik Di Dalam Rumah Tangga Menurut Perspektif Islam
Status Seorang Anak Yang Lahir Dari Hasil Perzinaan Seorang Laki-laki Dengan Iparnya
Interpretasi Islam Terhadap Talaknya Seorang Suami Kepada Istri Dalam Keadaan Emosi
Bayi Tabung dan Status Nasabnya Menurut Pandangan Hukum Islam
Hukum Waris Bagi Anak Angkat Menurut Perspektif Hukum Islam
Khulu'nya Seorang Wanita yang Sedang Mengandung Karena Merasa Teraniaya Menurut Persepektif Hukum Islam
Problematika Rumah Tanga Pasca Pernikahan Dikalangan Keluarga Kurang Mampu Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi

Hukum Berwasiat Tanpa Saksi Menurut Hukum Islam

Hak Anak Pasca Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam

Perspektif Imam Syafi'I Tentang Status Akad Nikah Dalam Pernikahan

Akad Nikah Tanpa Ridho Perempuan (Mempelai Wanita) Menurut Hukum Islam
Pernikahan Ynag Diharamakan Menurut Hukum Islam
Peran dan Kedudukan Wanita dalam Membangun Rumah Tangga Harmonis dan Masyarakat Sejahtera Menurut Hukum Islam
Musykilah Perwalian Hakim Dalam Menikahkan Seorang Wanita Menurut Madzhab Syafi'I dan Kompilasi Hukum Islam
Kewajiban Suami Terhadap Istri Yang Dipoligami Menurut Pandangan Hukum Islam
Nikah Sirri dan Hak Waris Anak Yang Dilahirkan Menurut Perspektif Hukum Islam
Pernikahan Turun Ranjang Menurut Hukum Islam
Nikah Tanpa Sighat Menurut Hukum Islam Dan Hukum Negara
Pelaksanaan Hak Dan KewajibanMenurut Islam Untuk Mencapai Keluarga Harmonis dan Bahagia



JUDUL

KHULUNYA SEORANG ISTRI KARENA KETIDAKADILAN SUAMI DALAM BERPOLIGAMI
WALI NIKAH BAGI ANAK NIKAH SIRRI MENURUT HUKUM ISLAM
AYAH KANDUNG SEBAGAI WALI MUJBIR DAN PROBLEMATIKA TERHADAP ANAKNYA MENURUT KHI
HUKUM NIKAH PAKSA DAN MAHALNYA PERMINTAAN MAHAR DALAM SUATU PERNIKAHAN MENURUT PANDANGAN ISLAM
SUAMI MENZHIHAR ISTRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
HAK ASUH ANAK (HADLONAH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM FORMAL
PELAKSANAAN AKAD NIKAH YANG DIWAKILKAN LAKI-LAKI LAIN SEBAB TUNTUTAN PEKERJAAN MENURUT HUKUM ISLAM
KONSEP KEADILAN DALAM POLIGAMI MENURUT AS-SYEIKHUL KABIR AL-HABIB SAGGAF DENGAN EKSISTENSI UUP NO 1 TH 1974
WALI ANAK LAKI-LAKI DALAM PERNIKAHAN IBUNYA MENURUT HUKUM ISLAM
PERJANJIAN MENIKAHI WANITA LAIN BAGI SUAMI YANG INGIN KEMBALI KEPADA ISTRI YANG TELAH DITALAK TIGA MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM IJAB QABUL PERNIKAHAN BAGI LAKI-LAKI TUNAWICARA MENURUT HUKUM ISLAM
PENGARUH HUKUM ADAT DALAM MENGATUR HAK WARIS ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM SEORANG WANITA YANG MEMBATALKAN HKITBAH TANPA SEIZIN WALI MENURUT HUKUM ISLAM
ISTRI KARIER DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM KARENA FAKTOR EKONOMI
KELUARGA BERENCANA MENURUT HUKUM ISLAM DALAM RUMAH TANGGA
WANITA KARIR DALAM RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM
ISTRI DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM MENURUT AL-QURAN
HARTA GONO GINI BAGI SEORANG BISTRI PASCA PERCERAIAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
TINJAUN HUKUM ISLAM DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN TENTANG NIKAH SIRRI DI INDONESIA
HAK DAN PENGABDIAN SEORANG ISTRI YANG DI POLIGAMI TERHADAP SUAMINYA MENURUT HUKUM ISLAM
HADHANNAH MENURUT SURAT AL-BAQOROH AYAT 223 DAN ULAMA SALAF
HUKUM SUAMI MENTALAK ISTRI BERSAMAAN MEMINANG WANITA LAIN DALAM MASA IDDAH MENURUT PANDANGAN ISLAM
PERWALIAN ANAK ANGKAT (ADOPSI) DALAM PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM
NASAB SEBAGAI UNSUR KAFA'AH DALAM MEMILIH PASANGAN HIDUP MENURUT HUKUM ISLAM
STATUS ISTRI DALAM RUMAH TANGGA POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM
PERMINTAAN MAHAR YANG BERLEBIHAN DALAM PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM
MAHAR DALAM PERNIKAHAN MENURUT IMAM SYAFI'I
HUKUM POLIGAMI DENGAN MAHAR GHOIRU MU'ABBAD MENURUT HUKUM ISLAM
PERKAWINAN USIA DINI MENURUT IMAM SYAFI`I DAN KAITANNYA DENGAN USIA NIKAH DI INDONESIA
INTERPRETASI TA'ARUF PRANIKAH MENURUT HUKUM ISLAM
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP RUMAH TANGGA POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM
STATUS ISTRI DARI NIKAH SIRRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
HUKUM WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN TATA HUKUM DI INDONESIA
ALASAN WANITA MODERN MELAKUKAN NIKAH SIRRI DI DAERAH SLEMAN YOGYAKARTA
PENTINGNYA PENCATATAN DALAM PERNIKAHAN DI TINJAU DARI KEMASLAHATAN ISTRI DAN ANAK
NUSYUZ SEORANG ISTRI KEPADA SUAMI YANG BERPOLIGAMI KARENA ADANYA KETIDAK ADILAN MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM NIKAH PAKSA MENURUT MADZAB IMAM SYAFI'I
PERNIKAHAN SEORANG SUAMI TANPA IZIN ISTRI PERTAMA KARENA PERSELINGKUHAN MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM NASAB BAGI ANAK HASIL ADOPSI
HAK DAN KEWAJINAN NAFKAH SUAMI TERHADAP ISTRI YANG NUSYUZ MENURUT EMPAT MADHAB
HAK SUAMI TERHADAP ISTRI YANG NUSYUZ MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
PERTUNANGAN MENURUT MADZAB IMAM SYAFI'I
HUKUM MENGGAULI ISTRI DALAM MASA IDDAH ROJ'I MENURUT IMAM SYAFI'I
SUAMI YANG MERUJUK ISTRI SETELAH TALAK RAJ'I
EKSISTENSI PERAN WANITA SEBAGAI ISTRI DALAM PENTAS POLITIKPERSPEKTIF HUKUM ISLAM
RUJUKNYA SUAMI TERHADAP ISTRI DENGAN AKAD NIKAH BARU SETELAH DI TINGGAL LAMA TANPA NAFKAH MENURUT HUKUM ISLAM
KEHARUSAN SYARAT DAN RUKUN DALAM PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM
PENDAPAT SYEKH YUSUF AL-QORDAWI TENTANG ISTRI MENAFKAHI KELUARGA
PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA HILANGNYA KEPRAWANAN SEBELUM NENIKAH
MEMINANG JANDA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
FORMAT SUAMI IDEAL DALAM RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM
PRINSIP KEADILAN DALAM BERPOLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG PERKAWINAN
KETAATAN DAN BATAS TOLERANSI ISTRI TERHADAP SUAMI YANG MELANGGAR PERINTAH AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM
CERAI TANPA PUTUSAN PENGADILAN MENURUT PERSPEKTIF FIQH DAN PER UNDANG-UNDANGAN
URGENSI PENCATATAN SEBAGAI SYARAT SAH AKAD MENURUT FIQH DAN HUKUM FORMAL
PEMINANGAN MENURUT HUKUM ISLAM DALAM PERNIKAHAN BARAKAT DI PON-PES AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN
KAWIN KONTRAK SAAT SEORANG ISTRI DICERAI DALAM KEADAAN HAMIL MENURUT SYI'AH
NIKAH BARAKAH DI PON- PES AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN DI TINJAU DARI SEGI KEMASLAHATAN CALON SUAMI DAN ISTRI
WALI YANG MEMANFAATKAN MAHAR MENURUT HUKUM ISLAM
PENELANTARAN NAFKAH SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN GUGATAN CERAI DI PENGADILAN AGAMA
HUKUM ZINA DAN DAMPAK NEGATIF BAGI PEZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
HUKUM MENCAPURI ISTRI YANG BELUM DI BAYAR MAHARNYA MENURUT MAZHAB IMAM SYAFI'I
BEBERAPA AKIBAT HUKUM BAGI ISTRI YANG DI POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA
PRINSIP HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF UU PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974
INTERPRETASI HUKUM ISLAM TENTANG PENYALAHGUNAAN WALI HAKIM DALAM PERNIKAHAN
MENGHADIRI PESTA PERNIKAHAN MARRIED BY ACCIDENT (MBA) DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

JUDUL

PUTUSAN FASAKH ATAS PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT IMAM SYAFI'I
STUDI PERBANDINGAN MENGENAI HADHANAH PASCA PERCERAIAN MENURUT IMAM SYAFI'I DAN IMAM MALIK
WALI MUJBIR DAN SYARAT-SYARATNYA DALAM PERSFEKTIF MADZHAB IMAM SAYFII
HUKUM WALI MENIKAHI JANDA YANG BELUM DEWASA MENURUT IMAM SYAFI'I
PERBANDINGAN EMPAT MADZHAB TENTANG KETENTUAN JUMLAH MAHAR DALAM PEKAWINAN
HUKUM NIKAH DENGAN MAHAR MUQODAM HASIL BAHSUL MASAIL NAHDATUL ULAMA (1989)
LARANGAN HUBUNGAN PRANIKAH DALAM PERNIKAHAN BARAKAT DI PON-PES AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN DI TINJAU DARI SURAT AL-ISRA AYAT 32
HUKUM PERCERAIAN KARENA LI'AN MENURUT MAZHAB IMAM SYAFII DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
MENTALAQ SEORANG ISTRI YANG BELUM DIJIMA' DALAM PERSPEKTIF MADZHAB IMAM SYAFI'I
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DAN ANAK DALAM PERNIKAHAN ISLAM
ASPEK KEADILAN DALAM POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DN HUKUM POSITIF INDONESIA
ANALISIS TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG NIKAH SIRI TENTANG PERNIKAHAN MENURUT HUKUMISLAM
NIKAH SIRRI DALAM PERSPEKTIF FIQIH DAN KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)
PROBLEMATIKA PERMA NOMOR :KMA/IV/2006 ATAS UNDANG - UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TERHADAP PENKABULAN IZIN POLIGAMI DI PENGAADILAN AGAMA(studi kasus di pengadilan agama pekalongan)
BEBERAPA DAMPAK NEGATIF DAN POSITIFNYA DALAM NIKAH MUTH'AH MENURUT MAZDHAB IMAM SYAFI'I
EKSES DARI NIKAH SEKUFU DALAM KELUARGA
UPAYA PENCEGAHAN PERKAWINAN DIBAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974
HUKUM NIKAH YANG DIJODOHKAN ORANG TUA DENGAN WANITA PILIHANNYA MENURUT HUKUM ISLAM
HAK WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
HAK WARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN BEDA AGMA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP KHITBAH NIKAH SEBAGAI ALASAN BERPACARAN DI TINJAU DARI DAMPAK NEGATIFNYA
RUKUN NIKAH MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI`I DAN IMAM ABU HANIFAH
PERAN PENGADILAN AGAMA TERHADAP PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT NUSYUZ DAN SYIQOQ
STUDI KOMPARATIF HARTA BERSAMA TERHADAP KEWAJIBAN SUAMI MEMBERI NAFKAH DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
BATAS USIA DEWASA UNTUK MENIKAH MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974 DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
KEDUDUKAN TANDA BUKTI NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA
KEWAJIBAN SUAMI MENAFKAHI ISTRI YANG TELAH DICERAI DALAM MASA IDDAH
KEDUDUKAN NIKAH TAHLIL DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
TINJAUAN ALQUR'AN TERHADAP PERCERAIAN DALAM SURAT AL-AHZAB AYAT 28-29
MASTURBASI DALAM PERSPEKTIF IBNU HAZM DAN IMAM SYAFI'I
PERNIKAHAN ANAK BELUM BALIGH DALAM HUKUM ISLAM
IZIN POLIGAMI DENGAN ALASAN ISTRI MENGALAMI GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM ISLAM
PERNIKAHAN ANAK HASIL ZINA MENENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
ANALISIS HUKUM TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM RUU HUKUM MATERIL PERADILAN AGAMA BIDANG PERKAWINAN
HUKUM WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT IMAM ABU HANIFAH DAN KITAB UNDANG-UN DANG HUKUM PERDATA DI INDONESIA
HUKUM MENIKAHI AHLU KITAB DALAM PANDANGAN FIQIH
HUKUM PERNIKAHANDI BAWAH UMUR MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI'I
HUKUM PERKAWINAN WANITA NON MUSLIM DENGAN MUSLIM DAN BEBERAPA DAMPAK YANG TERJADI TERHADAP ANAK YANG DILAHIRKAN (DITINJAU DARI KHI DAN UU PERKAWINAN NO 1 TH 1974
MAHAR MENURUT AL-QUR'AN SURAT AL-NISA AYAT 4 DAN TINJAUAN IMAM SYAFI'I DALAM KITAB AL-UMM
PROBLEMATIKA KEPEMILIKAN HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI TINJAU DARI ASPEK HUKUM ISLAM
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI PINDAH AGAMA
PERNIKAHAN DINI DI KALANGAN MASYARAKAT BEKASI UTARA DAN PENGARUH DALAM RUMAH TANGGA
KEDUDUKAN JANIN TERHADAP HARTA WARIS DALAM KEWARISAN ISLAM MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH MENURUT ULAMA SYAFI'I DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM INDONESIA
PERBANDINGAN HIJAB NUKSON DI DALAM ILMU WARIS MENURUT IMAM SYAFI'I DAN IMAM MALIKI
LEGALITAS ANAK YANG DI LAHIRKAN DARI NIKAH SIRI DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN BW
PERJANJIAN PRA NIKAH TENTANG POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
IMPLIKASI USIA PERKAWINAN TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA ANALISIS PASAL 7 AYAT 1 UU No . 1 TAHUN 1974
DISFUNGSI SEKSUAL SEBAGAI ALASAN TERJADINYA PERCERAIAN
KORELASI USIA PERKAWINAN TERHADAP PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH DITINJAU DARI HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP AGAMA ANAK
KHULU SEORANG ISTRI KARENA SUAMI IMPOTEN MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI'I
ANALISIS IZIN BERPOLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU PERKAWINAN (Pasal 4 dan 5 No. 1 Tahun 1974)
STATUS WALI DALAM PERNIKAHAN ANAK DI LUAR NIKAH MENURUT KHI
MASA IDDAH BAGI ISTRI AKIBAT PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM
DAMPAK NEGATIF NIKAH MUDA PADA MASYARAKAT KEC. PENDOPO LINTANG(EMPATLAWANG)
KEABSAHAN PELAKSANAAN IJAB KABUL DALAM PERKAWINAN MELALUI MEDIA TELEKOMUNIKASI (TELEPON) MENURUT SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM
LEGALITAS AKTA NIKAH TERHADAP PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA ISLAM INDON ESIA
EKSISTENSI IBU RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM
PROBLEMATIKA PENYEBAB PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA
KEDUDUKAN WALI DALAM AKAD NIKAH MENURUT AL QURAN SURAT AN NUR AYAT 32
AKTUALISASI NILAI-NILAI KEADILAN DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIST KHUTSA AKIBAT KEPERGIAN SANG AYAH MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI'I
HUKUM TUNTUTAN HAK SEORANG ISTRI KEPADA SUAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
STATUS HUKUM HAK ANAK DARI PERKAWINAN WANITA HAMIL MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFII DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
STATUS WALI NIKAH ANAK YANG TERLAHIR DIBAWAH TANGAN (studi komparatif hukum islam dan hukum positif di indonesia)
STATUS HUKUM PERNIKAHAN NONMUSLIM KETIKA MASUK ISLAM MENURUT SYAFI'IYYAH DAN ULAM LAIN
HUKUM MEMINANG DENGAN SINDIRAN TERHADAP WANITA YANG MASIH DALAM MASA IDDAH MENURUT IMAM SYAFII
TINJAUAN HUKUM KESAKSIAN AKAD NIKAH DALAM PEMIKIRAN MADZHAB IMAM SYAFI'I
DZIHAR DALAM AL-QUR'AN SURAT AL-MUJADALAH AYAT 1-4 MENURUT PROF. QURASY SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
HIJAB DALAM KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN IMAM SYAFI'I
NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PENOLAKAN MEMBERI NAFKAH KEPADA ISTRI MENURUT PANDANGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
MEMINANG MENURUTMADZHAB IMAM SYAFI'I DAN HAMBALI
AKIBAT PERNIKAHAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP ANAK DAN ISTRI MENURUT UUNO 1/1974 DAN KHI
KEHILANGAN KEPERAWANAN SEBAGAI SEBAB JATUHNYA FASAKH
HUKUM NIKAH TAHLIL DENGAN SENGAJA AKAN DICERAI SETELAH BERSETUBUH MENURUT IMAM SYAFI'I DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
KEDUDUKAN NIKAH MBA (MARRIED BY ACCIDENT)DAN STATUS ANAK DALAM HAK WARIS ATAUPUN PERWALIANYA MENURUT PERSPEKTIF MADHAB SYAFII
PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI MELAKUKAN POLIGAMI (STUDI KASUS DIPENGADILAN LAHAT SUMATRA SELATAN)
STATUS WALI NIKAH BAGI ANAK PEREMPUAN YANG BERBEDA AGAMA DENGAN BAPAK KANDUNG MENURUT AGAMA ISLAM
HUKUM NIKAH VIA TELEPON (studi kasus di pondo k pesantren al- ashriyyah nurul iman Desa waru jaya kec. Parung kab. Bogor)
ALASAN DAN PROSEDUR POLIGAMI MENURUT IMAM AS SYAFI`I DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
PEMBERIAN DISPENSASI PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DALAM UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 DITINJAU DARI PANDANGAN HUKUM ISLAM
TALAQ TIGA SAAT EMOSI MELALUI SMS DALAM PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I
PANDANGAN IMAM MADZAB TENTANG MAHAR HUTANG
HUKUM ISLAM MENGENI ANAK ANGKAT YANG DINASABKAN KEPADA AYAH ANGKATNYA DAN WALINYA DALAM PERNIKHAN
HUKUM PERNIKAHAN KHUNSA MENURUT MADZHAB SYAFI`IYYAH
ANTISIPASI THALAQ KARENA NUSYUZ DALAM Q.S AN-NISA' 35-36 MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
PERNIKAHAN MENURUT PEMIKIRAN JAM`IYYAH RIFA`IYAH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
DAMPAK PERCERAIAN DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK MENURUT IMAM SYAFI'I DAN KHI
MEMELIHARA ANAK YATIM MENURUT PANDANGAN ISLAM
HAK WARIS TANAH SENGKETA MENURUT HUKUM ISLAM
STATUS ANAK DALAM KEWARISAN DALAM PERKAWINAN SIRRI MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974
STATUS MAHAR DENGAN HUTANG WALI YANG DI BAYAR SECARA KREDIT MENURUT DAN ULAMA' SYAFIIYYYAH
HUKUM SUAMI MENINGGALKAN ISTRI UNTUK BERDAKWAH MENURUT IMAM SYAFI'I (studi kasus jama'ah tabligh)
HUKUM WARIS ANAK YANG DIHASILKAN OLEH KLONING MENURUT FIQH KONTEMPORER
PENGESAHAN TERHADA P KEABSAHAN NIKAH SIRRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
HUKUM WARIS ANAK HASIL PELAKSANAAN BAYI TABUNG MENURUT HUKUM ISLAM
HUKUM WANITA KARIR DALAM MASA IDDAH MENURUT IMAM SYAFI'I DAN KHI
WALI NIKAH TERHADAP ANAK KLONING MENURUT ULAMA FIQH KONTEMPORER
NIKAH TUNGGAL MISAN MENURUT HUKUM ADAT JAWA DAN SYARAT(STUDI KASUS DI DESA JETIS CEK. NASAWUNGU KAB. CILACAP
BATAS USIA DAN PERSETUJUAN MEMPELAI DALAM PERKAWINAN MENURUT MADZHAB SYAFI'I DAN KHI
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA WARISAN DALAM HUKUM ADAT JAWA DAN KHI
PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG AHLI WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
HIKMAH DIBALIK PEMINANGAN DALAM SUATU PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM
PROSES PENGAJUAN IJIN PRODEO DALAM SIDANG PERCERAIAN (STUDY ANALISIS UU NO 28/1989)
ANALISIS KEBOLEHAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANGAN PER KAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
STUDI KOMPARATIF BAGIAN CUCU LAKI-LAKI DALAM WARIS MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI`I DAN PRUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
PANDANGAN MAZDHAB SYAFII DAN MALIKI TERHADAP IDDAH BAGI WANITA HAMIL YANG BERZINA
PROBLEMATIKA NIKAH VIA TELPON DALAM LEGALITAS DI INDONESIA (STUDI KOMPARATIF MAZHAB SYAFII DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM )
PERSPEKTIF HUKUM IS LAM TENTANG ISTRI MENCARI NAFKAH
GUGAT CERAI DENGAN ALSAN SUAMI BERPOLIGAMI TANPA SEIZIN ISTRI MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
NAFKAH ISTRI DALAM NIKAH SIRRI MENURUT FIQH DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
KETENTUAN 'IDDAH BAGI WANITA AKIBAT SUAMINYA MURTAD MENURUT MAZDHAB IMAM SYAFI'I
KEDUDUKAN MAHAR PASCA PERCERAIAN QABLA AL DUKHUL MENURUT AL-QUR'AN SURAT AL BAQARAH AYAT 236-237
PEMELIHARAAN ANAK DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK BILA TERJADI PERCERAIAN MENURUT UU NO 1 TH 1974
BAGIAN AHLI WARIS YANG MENDAPATKAN ASHOBAH MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
PEMBATALAN NIKAH KARENA WALI NIKAH TIDAK SAH MENURUT IMAM SYAFI`I DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
KEDUDUKAN ANAK HASIL INSEMINASI BUATAN DALAM PERWALIAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
HUKUM WALI NIKAH ANAK TIRI MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI'I
CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI TIDAK MENAFKAHI ISTRI SELAMA 2 TAHUN BERTURUT-TURUT MENURUT KHI DAN FIQH
THALAK (CERAI) MENURUT AL-QUR'AN SURAT AT THALAQ AYAT 1 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
KEABSAHAN SHIGAT AKAD NIKAH BAGI PENGANTIN TUNA WICARA MENURUT HUKUM ISLAM
PERCERAIAN TANPA MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT PERSPEKTIF FIQH DAN KHI
STATUT ANAK DARI PERNIKAHAN YANG FASAD MENURUT HUKM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
TINJAUAAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERAN ISTRI SEBAGAI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA(studi kasus kehidupan keluarga TKW di desa Taman Sari Kel Banjarmulya Kec pemalang Kab Pemalang JATENG)
PUTUSNYA IKATAN PERNIKAHAN MENURUT PERSPEKTIF FIKIH, UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN NO.1TAHUN 1974,DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
NIKAH BEDA AGAMA MENURUT KAJIAN TAFSIR KABIR SURAT AL MAIDAH AYAT 5 DAN SURAT AL BAQARAH AYAT 221
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG MENIKAHI ISTRI YANG BELUM HABIS MASA IDDAHNYA MENURUT AL-QUR'AN SURAT AL-BAQARAH AYAT 230
HUKUM MEMINANG ISTRI YANG MASIH DALAM MASSA IDDAH AKIBAT CERAI MATI MENURUT IMAM SYAFII DAN KHI
DAMPAK POSITIF PERNIKAHAN BARAKAT DI PON-PES AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH MAWADAH WARAHMAH
WARIA DAN PENGUBAHAN KELAMIN DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM
PROSES KHITBAH WANITA GADIS DAN WANITA JANDA DALAM JENJANG PERNIKAHAN BERDASARKAN AL-QUR'AN ASSUNAH
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI

0 komentar
               BAB I : LANDASAN DAN KERANGKA BERFIKIR
Dalam benak/pikiran manusia terdapat sejumlah gagasan-gagasan baik yang bersifat tunggal (seperti gagasan kita tentang Tuhan, Dewa, malaikat, surga, neraka, kuda, batu, putih, gunung dan lain-lain) maupun majemuk (seperti gagasan kita tentang Tuhan Pengasih, Dewa Perusak, Malaikat pembawa wahyu, kuda putih, gunung batu dan lain-lain). Bentuk pengetahuan-pengetahuan ini disebut pengetahuan tasawwur (konsepsi). Seluruh bentuk-bentuk proposisi keyakinan atau kepercayaan apapun pada awalnya hanyalah merupakan bentuk konsepsi sederhana ini. Mengapa bisa demikian? Hal ini karena adalah mustahil seseorang dapat meyakini atau menpercayai sesuatu jika sesuatu itu pada awalnya bukan merupakan sebuah konsepsi baginya.
Tetapi pengetahuan tasawwur (Konsepsi) sebagaimana telah diketahui hanyalah merupakan gagasan-gagasan sederhana yang di dalamnya belum ada penilaian maka itu ia dapat saja benar atau salah. Oleh karenanya seseorang tidak diperkenankan untuk merasa puas hanya dengan pengetahuan konsepsi. tetapi ia harus melangkah untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat yakin yaitu pengetahuan-pengetahuan tasdhiqi. Dalam artian bahwa ia harus melakukan suatu proses penilaian terhadap setiap gagasan-gagasan (baik  tunggal maupun majemuk) atau konsepsinya itu agar dapat diyakini. Lantas, pertanyaannya adalah apa landasan pokok penilaian kita di dalam menilai seluruh gagasan-gagasan kita yang mana kebenarannya mestilah bersifat mutlak dan pasti?
Dalam kanca perdebatan filosofis ketika para pemikir mencoba menjawab hal pokok ini terbentuklah tiga mazhab berdasarkan doktrinnya masing-masing. Ketiga mazhab itu adalah pertama, mazhab ‘metafisika Islam’ dengan doktrin aqliahnya, kedua, mazhab emperisme dengan doktrin emperikalnya dan ketiga, mazhab skriptualisme dengan doktrin tekstualnya. Metafisika Islam dalam hal ini menjadikan prima principia dan kausalitas serta metode deduktif sebagai kerangka berfikirnya. Adapun mazhab emperisme menjadikan pengalaman inderawi atau eksperimen sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu dimana induktif sebagai kerangka berfikirnya. Sementara mazhab skriptualisme menjadikan teks-teks kitab suci sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu serta tekstual dalam kerangka berfikirnya.
Mazhab kedua (empirisme) menolak seluruh bentuk landasan dan kerangka berfikir kedua mazhab yang lain. Begitu pula bagi mazhab ketiga (skriptualisme), mereka skeptis terhadap landasan dan kerangka berfikir kedua mazhab yang lain. Adapun bagi mazhab pertama (metafisika Islam), mereka tidak menolak sumbangsih-informasi dari teks-teks kitab suci dan pengalaman inderawi atau eksperimen yang dijadikan landasan berfikir bagi kedua mazhab yang lain tetapi yang ditolaknya adalah bila keduanya (pengalaman dan teks-teks kitab) itu merupakan landasan atau kriteria dasar dalam setiap penilaian hal-hal ilmiah filosofis maupun teologis.
Bagi mazhab pertama (‘metafisika Islam’) pengalaman inderawi atau data eksperimen merupakan informasi-informasi yang sangat perlu dalam upaya kita mengetahui aspek sekunder dari alam materi. Atau dengan kata lain data eksperimen atau pengalaman inderawi sangatlah dibutuhkan bila obyek pembahasan kita adalah khusus mengenai hal-hal yang sebagian bersifat ilmiah dan sebagian lagi bersifat filosofis. Adapun teks-teks kitab suci sangatlah dibutuhkan dalam upaya kita mengetahuai aspek sekunder dari keadaan-keadaan (kondisi objektif) seperti alam gaib, akhirat, kehendak-kehendak suci Tuhan atau dengan kata lain jika obyek pembahasan kita berkenaan dengan sebagian dari obyek filosofis (metafisika dan teologi) yang dalam hal ini pengalaman inderawi atau eksperimen tak dibutuhkan sama sekali. Karena itu dalam kerangka berfikir Islam, kedua data di atas (data pengalaman inderawi atau eksperimen dan teks-teks kitab suci) merupakan premis-premis minor dalam sistematika deduktif.  
Pada akhirnya tak dapat diingkari bahwa dari mazhab metafisika Islam  yang berlandaskan prima principia dan hukum objektif kausalitas serta kerangka deduktifnya merupakan satu-satunya landasan berfikir di dalam menilai segala sesuatu. Tanpa pengetahuan dasar tersebut mustahil ada pengetahuan tasawwur (konsepsi) maupun tasdhiq (assent) apapun. Tak dapat dibayangkan apa yang terjadi bila doktrin dari metafisika Islam ini bukan merupakan watak wujud (realitas objektif) yang mengatur segala sesuatu termasuk pikiran? Maka kebenaran dapat menjadi sama dengan kesalahannya,  bahwa setiap peristiwa dapat terjadi tanpa ada sebabnya. Bila demikian adanya maka tentu meniscayakan mustahilnya penilaian. Mengapa demikian? Karena watak penilaian adalah ingin diketahuinya “sesuatu itu (konsepsi) apakah ia benar atau salah” atau ingin diketahuinya “mengapa dan kenapa sesuatu itu dapat terjadi”. Artinya, jika pengetahuan dasar tersebut bukan merupakan watak dan hukum realitas yang mengatur segala sesuatu termasuk pikiran maka seluruh bangunan pengetahuan manusia baik di bidang ilmiah, filosofis dan teologi menjadi runtuh dan tak bermakna. 
BAB II: DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia adalah mahluk percaya. Pada kadarnya masing-masing, setiap mahluk telah memiliki kepercayaan/kesadaran berupa prinsip-prinsip dasar yang niscaya lagi rasional yang diketahui secara intuitif (common sense) yang menjadi Kepercayaan utama makhluk sebelum ia merespon segala sesuatu diluar dirinya. Dengan bekal ini, manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan mempercayai pengetahuan-pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir. Berpikir adalah aktivitas khas manusia dalam upaya memecahkan masalah-masalah dengan modal prinsip-prinsip pengetahuan sebelumnya.
Memiliki sebuah kepercayaan yang benar, yang selanjutnya melahirkan tata nilai, adalah sebuah kemestian bagi perjalanan hidup manusia. pada hakikatnya, perilaku manusia yang tidak peduli untuk berkepercayaan benar dan Manusia yang berkepercayaan salah atau dengan cara yang salah tidak akan mengiringnya pada kesempurnaan. Maka mereka tidak ubahnya seperti binatang. Manusia harus menelaah secara objektif sendi-sendi kepercayaannya dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kajian yang mendalam tentang kepercayaan sebagai sebuah konsep teoritis akan melahirkan sebuah kesadaran bahwa manusia adalah maujud yang mempunyai hasrat dan cita-cita untuk menggapai kebenaran dan kesempurnaan mutlak, bukan nisbi. Artinya, ia mencari Zat Yang Mahatinggi dan Mahasempurna (Al-Haqq).
Ada berbagai macam pandangan yang menjelaskan tentang ketiadaan kebenaran dan kesempurnaan mutlak (Zat yang maha sempurna) tersebut sehingga mereka menganggap bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya (kebetulan) tidak ada yang mengadakannya.
Metafisika Islam dengan Prima principianya sebagai prinsip dasar dalam berpikir mampu menyelesaikan perdebatan itu dengan penjelasan Kemutlakan WUJUD(ADA)nya, dimana Wujud adalah sesuatu yang jelas keberadaannya dan Tunggal karena selain keberadaan adalah ketiadaan sehingga apabila ada sesuatu selain ADA maka itu adalah ketiadaan dan itu sesuatu yang mustahil karena ketiadaan tidak memiliki keberadaan.
Manusia - yang terbatas - tidak sempurna – tergantung - memerlukan sebuah sistem nilai yang sempurna dan tidak terbatas sebagai sandaran dan pedoman hidupnya. Sistem nilai tersebut harus berasal dari ke-ADA-an (Zat Yang Mahasempurna) yang segala atributnya berbeda dengan mahluk. Konsekuensi akan kebutuhan asasi manusia pada sosok Mahasempurna ini menegaskan bahwa sesuatu itu harus dapat dijelaskan oleh argumentasi-argumentasi rasional, terbuka, dan tidak doktriner. Sehingga, semua lapisan intelektual manusia tidak ada yang sanggup menolak eksistensi-Nya.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa Sang Mahasempurna itu diklaim oleh berbagai lembaga kepercayaan (agama) di dunia ini dengan berbagai konsep, istilah dan bentuk. Simbol-simbol agama yang berbeda satu sama lain tersebut menyiratkan secara tersurat beberapa kemungkinan: semua agama itu benar; semua agama itu salah; atau, hanya ada satu agama yang benar.
Agama-agama yang berbeda mustahil memiliki sosok Mahasempurna yang sama, walau memiliki kesamaan etimologis. Sebab, bila sosok tersebut sama, maka agama-agama itu identik. Namun, kenyataan sosiologis menyebutkan adanya perbedaan pada masing-masing agama. Demikian pula, menilai semua agama itu salah adalah mustahil, sebab bertentangan dengan prinsip kebergantungan manusia pada sesuatu yang mahasempurna (Al-Haqq/Tuhan). Maka dapatlah disimpulkan bahwa hanya satu agama saja yang benar. Dengan argumentasi diatas, manusia diantarkan pada konsekwensi memilih dan mengikuti agama yang telah terbukti secara argumentatif.
Diantara berbagai dalil yang dapat diajukan, membicarakan keberadaan Tuhan adalah hal yang paling prinsipil. Keberadaan dan perbedaan agama satu dengan yang lainnya di tentukan oleh sosok “Tuhan“ tersebut. yang pasti, ciri-ciri keberadaan Tuhan (pencipta / khaliq). Bertolak belakang dengan ciri-ciri khas manusia  (Yang diciptakan/ makhluq). Bila manusia adalah maujud tidak sempurna, bermateri, tersusun, terbatas, terindera, dan bergantung, maka tuhan adalah zat yang mahasempurna, immateri, tidak tersusun, sederhana, tidak terdiri dari bagian, tidak terindera secara material, dan tunggal (Esa/Ahad).
Dengan demikian diketahuilah bahwa manusia dapat mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat mengetahui materi Zat-Nya. Manusia mengklaim dapat menjangkau zat Tuhan, sesungguhnya telah membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason). Segala sesuatu yang terbatas, pasti bukan Tuhan. Ketika manusia menyebut “Dia Mahabesar“. Sesungguhnya Ia lebih besar dari seluruh konsepsi manusia tentang kebesaran-Nya. Berdasarkan hal tersebut, potensialitas akal (Intelect) manusia dalam mengungkap hakikat zat-Nya  menyiratkan bahwa pada dasarnya seluruh makhluk diciptakan oleh-Nya sebagai manifestasi diri-Nya (inna lillahi) yang kemudian akan kembali kepada-Nya (wa inna ilaihi raji’un) sebagai realisasi kerinduan manusia akan keabadian kesempurnaaan, kebahagiaan mutlak.
Keinginan untuk merefleksikan ungkapan terima kasih dan beribadah kepada Tuhan Yang Mahaesa menimbulkan kesadaran bahwa Ia Yang Mahaadil mesti membimbing umat manusia tentang cara yang benar dan pasti dalam berhubungan dengan-Nya. Pembimbing Tuhan kepada setiap mahluk berjalan sesuai dengan kadar potensialitasnya dalam suatu cara perwujudan yang suprarasional (wahyu) diberikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang memiliki ketinggian spritual.
Relasi konseptual tentang ke-Mahabijaksana-an Tuhan untuk membimbing makhluk secara terus menerus dan kebutuhan abadi makhluk akan bimbingan memestikan kehadiran sosok pembimbing yang membawa risalah-Nya (rasul), yang merupakan hak prerogatif-Nya. Rasul adalah cerminan Tuhan di dunia. Kepatuhan dan kecintaan makhluk kepada mereka adalah niscaya. Pengingkaran kepada mereka identik dengan pengingkaran kepada Tuhan.
Bukti kebenaran rasul untuk manusia ditunjukkan pula oleh kejadian-kejadian kasat mata (empiris) luar biasa (mu’jizat bagi orang-orang awwam) maupun bukti-bukti rasional(mu’jizat bagi para intelektual) yang mustahil dapat dilakukan oleh manusia lain tanpa dipelajari. Pemberian tanda istimewa kepada rasul akan semakin menambah keimanan seseorang. Mu’jizat juga sebagai bukti tambahan bagi siapa saja yang tidak mau beriman kepada Tuhan dan pesuruh-Nya, kecuali bila diperlihatkan kepadanya hal-hal yang luar biasa.
Kepatuhan dan keyakinan manusia kepada rasul melahirkan sikap percaya terhadap apa pun yang dikatakan dan diperintahkannya. Keyakinan tentang kitab suci (bacaan atau kumpulan firman Tuhan, disebut Al-quran) yang dibawanya adalah konsekuensi lanjutan. Di dalam kitab suci terdapat keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari alam sekitar dan manusia, sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin dapat diterima oleh pandangan saintifik dan empiris manusia.
Konsepsi fitrah dan ‘rasio’ tentang Realitas Mutlak (Tuhan) diatas ternyata selaras dengan konsep teoritis tentang Tuhan dalam ajaran-ajaran Muhammad yang mengaku rasul Tuhan yang disembah selama ini. Muhammad mengajarkan kalimat persaksian/keimanan (syahadatan) bahwa tidak ada (la) Tuhan (ilah) yang benar kecuali (illa) Tuhan yang merupakan kebenaran Tunggal/Esa/Ahad (Allah, dari al-ilah). Ia (Muhammad) juga menerangkan bahwa dialah rasul Allah (rasulullah). Menurut agama yang mengajarkan ketundukan dan kepatuhan pada kebenaran (Islam) pada ummatnya ini (muslim). Proses pencarian kebenaran dapat ditempuh dengan berbagai jalan, baik filosofis, intuitif, ilmiah, historis, dan lain-lain dengan memperhatikan ayat-ayat Tuhan yang terdapat di dalam Kitab suci maupun di alam ini.
Konsukuensi lanjut setelah manusia melakukan pencarian ketuhanan dan kerasulan adalah kecendrungan fitrah dan kesadaran rasionalnya untuk meraih kebahagiaan. Keabadian, dan kesempurnaan. ketidak mungkinan mewujudkan keinginan-keinginan ideal tersebut didalam kehidupan dunia yang bersifat temporal ini melahirkan konsep tentang keberadaan hari akhirat -yang sebelumnya dimulai dengan terjadinya kehancuran alam secara besar-besaran (qiyamah/ kiamat/ hari agama/ yaum al-din)- sebagai konsekuensi logis keadilan Tuhan. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi. Disana tidak ada lagi kehidupan historis seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat yang menimbulkan ganjaran dosa/pahala.
Kehidupan akhirat merupakan refleksi perbuatan berlandaskan iman, ilmu, dan amal selama di dunia. Dengan kata lain, ganjaran di akhirat adalah kondisi objektif dari relasi manusia terhadap Tuhan dan alam.

BAB III: HAKEKAT PENCIPTAAN DAN EKSKATOLOGI (MA’AD)

Salah satu prinsip dasar pandangan dunia yang merupakan pondasi penting dari keimanan Islam adalah kepercayaan akan adanya kebangkitan dihari akhirat (kehidupan sesudah mati). Beriman kepadanya karena merupakan suatu persyaratan hakiki untuk dapat disebut muslim. Mengingkari kepercayaan ini dapat dipandang sebagai bukan muslim.
Sebelum masuk ke bahasan tentang kehidupan sesudah mati maka masalah tujuan dari penciptaan harus terlebih dahulu kita selesaikan, apakah yang memiliki tujuan dalam penciptaan itu Tuhan ataukah Makhlukh? Dan kemanakah tujuannya?.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut haruslah bersandar pada landasan-landasan metafisika Islam sehingga konsekwensi-konsekwensi yang dilahirkan dari pilihan jawaban kita akan dapat terselesaikan dengan tanpa keraguan. Jawaban ini juga yang akan menjelaskan kepada kita bahwa Tujuan dari seluruh ciptaan adalah bergerak menuju sesuatu yang sempurna dan Kesempurnaan Tertinggi adalah Tuhan maka Dia lah yang menjadi tujuan dari seluruh gerak ciptaan.
Bahasan tujuan penciptaan itulah yang akan menjadi awal untuk selanjutnya kita masuk dalam pembahasan kehidupan sesudah mati (Eskatologi).
Asal dan sumber dari kepercayaan tentang adanya hari akhirat ini mestilah dibuktikan melalui argumen-argumen filosofis sehingga tidak ada sedikitpun alasan yang dapat dikemukakan (oleh mereka yang belum mempercayai wahyu Ilahi) untuk meragukannya. Kesungguhan beragama terpacu dengan sendirinya bila kesadaran akan adanya hari akhirat (kehidupan kekal) sebagai sesuatu yang mutlak atau pasti terjadi. Sehingga oleh para nabi dan rasul kepercayaan kepada Ekskatologi (Ma’ad) merupakan prinsip kedua setelah Tauhid.
Tema-tema yang membicarakan masalah kehidupan akhirat ini atau kehidupan sesudah mati dari segi pandangan islam berkenaan dengan maut, kehidupan sesudah mati, alam barzakh, hari pengadilan besar, hubungan antara dunia sekarang dan dunia akan datang, manifestasi dan kekekalan perbuatan manusia serta ganjaran-ganjarannya, kesamaan dan perbedaan antara kehidupan dunia sekarang dan didunia akan datang, argumen-argumen al-Qur’an dan bukti-bukti tentang dunia akan datang, keadilan tuhan, kebijaksanaan tuhan.
Sepanjang kehidupan baik didunia ini maupun diakhirat, kebahagiaan kita sangat tergantung pada keimanannya pada hari tersebut. Karena ia mengingatkan manusia akan akibat-akibat dari tindakan-tindakannya. Dengan cara ini manusia menyadari bahwa perbuatan-perbuatan, perilaku, pemikiran-pemikiran, perkataan dan akhlak manusia mulai dari yang paling besar hingga kepada yang paling kecil, mempunyai awal dan akhir, sebagaimana mahluk manusia itu sendiri.
Tetapi manusia hendaknya tidak berfikir bahwa semuanya itu berakhir pada masa kehidupan dunia ini atau periode ini saja. Sebab segalanya itu tetap ada dan akan dimintai pertanggung jawaban pada hari periode kedua.
Kebahagiaan manusia pada hari itu bergantung pada kepercayaan pada hari atau periode kedua tersebut. Karena pada hari kedua (periode kedua tersebut) manusia akan diganjar atau dihukum sesuai perbuatan-perbuatannya. Itulah sebabnya maka menurut islam beriman kepada hari kebangkitan dipandang sebagai tuntutan yang hakiki bagi kebahagiaan manusia. ¯

BAB IV: MANUSIA DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN
Satu hal yang mesti dilakukan sebelum kita membicarakan hal-hal lain dari manusia adalah sebuah pertanyaan filosofis yang senantiasa hadir pada setiap manusia itu sendiri, yakni apa sesungguhnya manusia itu? Dari segi aspek apakah manusia itu mulia atau terhina? Dan apa tolak ukurnya? Tentu manusia bukanlah makhluk unik dan sulit untuk dipahami bila yang ingin dibicarakan berkenaan dengan aspek basyariah (fisiologis)nya. Karena cukup dengan menpelajari anatomi tubuhnya kita dapat mengetahui bentuk atau struktur terdalamnya. Tetapi manusia selain merupakan makhluk basyariah (dimensi fisiologis) dan Annaas (dimensi sosiologis) ia juga memiliki aspek insan (dimensi psikologis) sebuah dimensi lain dari diri manusia yang paling sublim serta memiliki kecenderungan yang paling kompleks. Dimensi yang disebut terakhir ini bersifat spritual dan intelektual dan tidak bersifat material sebagaimana merupakan kecenderungan aspek basyarnya.
Dari aspek inilah nilai dan derajat manusia ditentukan dengan kata lain manusia dinilai dan dipandang mulia atau hina tidak berdasarkan aspek basyar (fisiologis). Sebagai contoh cacat fisik tidaklah dapat dijadikan tolak ukur apakah manusia itu  hina dan tidak mulia tetapi dari aspek insanlah seperti pengetahuan, moral dan mentallah manusia dinilai dan dipahami sebagai makhluk mulia atau hina.
Dalam beberapa kebudayaan dan agama manusia dipandang sebagai makhluk mulia dengan tolak ukurnya bahwa manusia merupakan pusat tata surya. Pandangan ini didasarkan pada pandangan Plotimius bahwa bumi merupakan pusat seluruh tata surya.seluruh benda-benda langit ‘berhikmat’ bergerak mengitari bumi. Mengapa demikian? Karena di situ makhluk mulia bernama manusia bercokol. Jadi pandangan ini menjadikan kitaran benda-benda langit mengelilingi bumi sebagai tolak ukur kemulian manusia. Namun seiring dengan kemajuan sains pandangan ini kemudian ditinggalkan dengan tidak menyisakan nilai mulia pada manusia. Para ahli astronomi justru membuktikan hal sebaliknya bahwa  bumi bukanlah pusat tata surya tetapi matahari.
Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk mulia bahkan dianggap tak ada bedanya dengan binatang adapun geraknya tak ada bedanya dengan mesin yang bergerak secara mekanistis. Bahkan lebih dari itu dianggap tak ada bedanya dengan materi, ada pun jiwa bagaikan energi yang di keluarkan oleh batu bara. Karena itu wajar  bila manusia dan nilai-nilai kemanusiaan tak lagi dihargai. Maka datanglah kaum humanisme berupaya mengangkat harkat manusia, dengan memandang bahwa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, pengetahuan ilmiah dan kebebasan merupakan hal esensial yang membedakan manusia dengan selainnya.
Tetapi bila itu tolak ukurnya, lantas haruskah orang seperti Fira’un atau Jengis Khan yang dapat melakukan apa saja terhadap bangsa-bangsa yang dijajahnya dipandang mulia? Jika berilmu pengetahuan  merupakan tolak ukurnya. Lantas, apakah dengan demikian orang-orang seperti Einstein yang paling berilmu tinggi abad 20 atau para sarjana-sarjana itu lebih mulia dari seorang Paus Yohanes Paulus II, Bunda Teresia atau Mahadma Ghandi bagi ummatnya masing-masing? Sungguh semua itu termasuk ilmu pengetahuan – sepanjang peradaban kemanusiaan manusia – tidak mampu mengubah dan memperbaiki watak jahat manusia untuk kemudian mengangkatnya menjadi mulia. Lantas, apa sesunguhnya tolak ukur kemanusian itu? Sungguh dari seluruh bentuk-bentuk konsepsi tentang manusia yang ada di muka bumi tak satu pun yang dapat menandingi paradigma (tolak ukur)nya serta tidak ada yang lebih representatif dalam memupuk psikologisnya kearah yang lebih mulia dari apa yang ditawarkan Islam. Dalam konsepsi Islam Tuhan (Allah) dipandang sebagai sumber segala kesempurnaan dan kemulian. Tempat bergantung (tolak ukur) segala sesuatu. Karena itu pula sebagaimana diketahui dalam  konsepsi Islam, manusia ideal (insan kamil) dipandang merupakan manifestasi Tuhan termulia di muka bumi dan karenanya ditugaskan sebagai wakil Tuhan yang dikenal sebagai khalifah/nabi atau rosul (QS.2:30). Karena itu, ciri-ciri kemulian Tuhan tergambar/ termanifestasikan pada dirinya (QS.33:21) sebagai contoh real yang terbaik (uswatun hasanah) dari “gambaran/cerminan” Tuhan di muka bumi (QS.68:4). Dengan kata lain bahwa karena Nabi merupakan representasi (contoh) Tuhan di muka bumi bagi manusia dengan demikian nabi/rosul/khalifah sekaligus merupakan representasi  yakni insan kamil (manusia sempurna) dari seluruh kualitas kemanusiaan manusia. Tetapi walaupun manusia dipandang sedemikian rupa dengan nabi sebagai contohnya, pada saat yang sama, dalam konsepsi Islam manusia dapat saja jatuh wujud kemulian menjadi sama bahkan lebih rendah dari binatang.
Dengan demikian keidentikan kepadanya (khalifah/nabi/rasul) merupakan tolak ukur kemulian kemanusiaan manusia dan sebaliknya berkontradiksi dengannya merupakan ukuran kebejatan dan dianggap sebagai syaitan (QS.6:112).¯

BAB V: KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR MANUSIA)
  DAN KENISCAYAAN UNIVERSAL (TAQDIR ILAHI)
Sebagai mahluk Tuhan yang ditetapkan sebagai wakil Tuhan (QS. 2:30) manusia berbeda dengan batu, tumbuhan maupun binatang. Batu ketika menggelinding dari sebuah ketinggian bergerak berdasarkan tarikan gravitasi bumi tanpa ikhtiar sedikitpun begitu pula halnya tumbuhan yang tumbuh hanya dibawah kondisi tertentu atau sebagaimana binatang yang bertindak berdasarkan naluri alamiahnya. Ketiga mahluk-mahluk ini bergerak atau bertindak tidak berdasarkan ikhtiari.
Namum bagi manusia, ia merupakan mahluk yang senantiasa diperhadapkan pada berbagai pilihan-pilihan, dan hanya dengan adanya sintesa antara ilmu dan kehendak yang berasal dari Tuhan ia dapat berikhtiar (memilih) yang terbaik diantara pilihan-pilihan tersebut. Tanpa ilmu tentang hal-hal ideal ataupun keharusan - keharusan universal maka meniscayakan ketiadaan ikhtiar dan begitupula ketiadaan kehendak atau keinginan maka iapun mungkin memilih, orang gila (tidak berilmu) dan pingsan (tak berkehendak) adalah bukti nyata ketiadaan ikhtiar. Sementara, ketiadaan ikhtiar bukti ketiadaan kebebasan dan itu memustahilkan terwujudnya kemerdekaan. Jadi ia merupakan mahluk berikhtiar yang hanya dapat bermakna bila berhadapan diantara keharusan-keharusan universal (takdir).
Keharusan - keharusan universal atau yang biasa disebut sebagai takdir takwini ataupun takdir tasri’i baik yang bersifat defenitif (Dzati) maupun yang tidak bersifat defenitif (Sifati) bukanlah berarti bahwa manusia sesungguhnya hanya sebuah robot yang bergerak berdasarkan skenario yang telah dibuat Tuhan, tetapi hendaklah dipahami bahwa takdir tidak lain sebagai sebuah prinsip akan terbinanya sistem kausalitas umum (bahwa akibat mesti berasal dari sebab-sebab khususnya, dimana rentetan kausalitas tersebut berakhir pada sebab dari segala sebab yakni Tuhan) atas dasar pengetahuan dan kehendak ilahi yang Maha Bijak. Takdir Takwini (Ketetapan penciptaan) tiada lain merupakan prinsip kemestiaan yang mengatasi sistem penciptaan alam dan takdir tasyrii (Ketetapan Syariaat) merupakan prinsip kemestiaan yang mengatur sistem gerak individu maupun masyarakat dari segi sosiologis dan spritual.
Memahami konsep takdir sebagai sebuah skenario yang telah ditetapkan oleh Tuhan meniscayakan ketiadaaan keadilan tuhan dan konsep pertanggungjawaban. Sebaliknya bila takdir tidaklah dipahami sebagaimana yang telah didefenisikan diatas (yakni takdir takwini sebagai sebuah sistem yang mengatur proses penciptaan dan takdir tasyri’i sebagai ketapan yang mengatur kehidupan etik, sosial dan spritual individu dan masyarakat). Maka itu berarti bahwa pada proses kejadian fenomena alam, panas dapat membuat air menjadi beku dan sekaligus mendidih. Berbuat baik akan mendapat surga dan sekaligus neraka, atau pujian sekaligus cacian. Bila demikian adanya maka yang terjadi adalah disatu sisi akan terjadi kehancuran pada alam, individu dan masyarakat, disisi lain memustahilkan adanya pengetahuan pasti tentang mengininkan mendidih atau beku, surga atau neraka dan karenanya pula meniscayakan mustahilnya ikhtiar.
Artinya ikhtiar itu menjadi berarti hanya bila pada realitas terdapat hukum-hukum yang pasti (takdir) atau dengan kata lain ikhtiar pada awalnya berupa potensial dan ia menjadi aktual bila terdapat adanya dan diketahuinya takdir tersebut. Karena itu pula dapat dikatakan tanpa takdir tidak ada ikhtiar.
Sebaliknya ketiadaan potensi ikhtiar pada manusia meniscayakan takdir menjadi tidak bermakna/berlaku. Bagi orang-orang gila dan yang belum baligh (bayi) tidak dapat memanfaatkan hukum-hukum penciptaan untuk membuat suatu teknologi apapun. Bagi mereka hukum-hukum syariat tak diberlakukan. Dengan demikian takdir ilahi itu sendiri mengharuskan adanya iktiar bagi manusia agar dengan begitu takdir-takdir pada alam dapat dipergunakan, dimanfaatkan atau secara umum dapat dikatakan bahwa keadilan Ilahi sebagai keharusan universal itu sendiri meniscayakan adanya ikhtiar dan takdir. Tanpa ikhtiar maka takdirpun tidak bermanfaat dan tidak berlaku, sebaliknya tanpa takdir meniscayakan ketiadaan ikhtiar pada manusia, tiada ikhtiar meniscayakan ketiadaan kebebasan dan ketiadaan kebebasan memustahilkan terwujudnya kemerdekaan.
Kebebasan dan kemerdekaan tidaklah bermakna sama. Kemerdekaan tidak dipredikatkan kepada binatang kecuali pada manusia tetapi sebaliknya manusia dan binatang dapat dipredikatkan bebas atau mendapatkan kebebasan. Kebebasan pada manusia mesti bukanlah sebagai tujuan akhir bagi manusia. Sebab bila kebebasan merupakan sebagai tujuan akhir maka kebebasan menjadi deterministik itu sendiri, dalam arti bahwa ia tidak lagi berbeda dengan sebuah ranting ditengah lautan yang bergerak kekiri dan kekanan dikarenakan arus dan bukan berdasarkan pilihannya. Kebebasan hanya merupakan syarat (mesti) awal dalam menggapai cita-cita ideal (Kesempurnaan Tuhan) sebagai tujuan akhir dan inilah yang dimaksud dengan kemerdekaan. 
Kebebasan individu bukan berarti kebebasan mutlak yang mana kebebasannya hanya dibatasi oleh kebebasan orang atau individu yang lain. Sebab defenisi kebebasan itu tersebut adalah sistem etik yang hanya menguntungkan orang - orang kuat dan mendeskreditkan orang-orang lemah. Ini karena bagi orang kuat kebebasannya itu sendiri telah dapat membungkam orang-orang lemah, dengan kata lain eksisten orang-orang lemah tidak memiliki daya untuk membatasi kebebasan orang kuat. Sistem ini hanya berlaku bagi individu-individu yang sama-sama memiliki kekuatan. Atau kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain karena kebebasan orang lain tersebut lebih kuat.
Sesungguhnya kebebasan individu tidaklah demikian. Kebebasan individu berarti bahwa secara sosial dalam interaksinya dengan orang lain ia tidak berada pada posisi tertindas dan secera spiritual ia tidak berada dalam posisi menindas. Kebebasan bukan berarti memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan dalam melakukan apa saja tetapi dalam arti kemampuan untuk tidak memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan (menahan diri) untuk membalas menindas ketika ia berada pada posisi memiliki kesempatan untuk itu, dan ini adalah satu pengertian kemerdekaan  manusia dan keharusan universal.

BAB VI: INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Salah satu sifat khas manusia sebagai makhluk dan karenanya ia berbeda dengan binatang adalah bahwa ia merupakan makhluk yang diciptakan selain sebagai makluk berjiwa individual, bermasyarakat merupakan kecenderungan alamiah dari jiwanya yang paling sublim. Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan pada porsinya masing-masing secara terkait. Sebab yang pertama  melahirkan perbedaan dan yang kedua melahirkan kesatuan. Karena itu mencabut salah satunya dari manusia itu berarti membunuh kemanusiaananya. Dengan kata lain bahwa perbedaan-perbedaan (bukan pembedaan-pembedaan) yang terjadi di antara setiap individu-individu (sebagai identitas dari jiwa individual) merupakan prinsip kemestian bagi terbentuknya masyarakat dan dinamikanya. Sebab bila sebuah masyarakat, individu-individu haruslah memiliki kesamaan, maka ini berarti dinamisasi, dalam arti, saling membutuhkan pastilah tak terjadi dan karenanya makna masyarakat menjadi kehilangan konsep. Di sisi lain dengan adanya perbedaan-perbedaan di antara para individu meniscayakan adanya saling membutuhkan, memberi dan kenal-mengenal dan karena itu konsep kemanusiaan memiliki makna.
Di sisi lain kecenderungan manusia untuk hidup bermasyarakat merupakan kecenderungan yang bersifat fitri. Ia tidak bedanya hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang berkeinginan secara fitri untuk membentuk sebuah keluarga. Jadi Ia membentuk masyarakat karena adanya hubungan individu-individu yang terkait secara fitrah dan alamiah untuk membentuk sebuah komunitas besar. Bukan terbentuk berdasarkan sebuah keterpaksaan, sebagimana beberapa individu berkumpul dikarenakan adanya serangan dari luar. Bukan juga bedasarkan proses kesadaran sebagai langkah terbaik dalam memperlancarkan keinginan bersama, sebagaimana sejumlah individu berkumpul dan sepakat bekerja sama sebagai langkah terbaik dalam mencapai tujuannya masing-masing. Karena itu masyarakat didefinisikan sebagai adanya kumpulan-kumpulan dari beberapa individu-individu secara fitri maupun suka dan duka dalam mencapai tujuan dan cita-cita bersama adalah membentuk apa yang kita sebut sebagai  masyarakat. Kumpulan dari sejumlah individu adalah “badan” masyarakat ada pun kesepakatan atau tidak dalam mencapai cita-cita dan tujuan idealnya adalah merupakan “jiwa” masyarakatnya. Karena itu selain bumi (daerah/tempat tinggal) dan sistem sosial (ikatan psikologis antara individu-individu), individu merupakan salah satu unsur terbentuknya sebuah masyarakat. Tanpa manusia (individu) maka masyarakat pun tidak ada.
Masyarakat itu sendiri merupakan senyawa sejati, sebagaiman senyawa alamiah. Yang disentesiskan di sini adalah jiwa, pikiran, cita-cita serta hasrat. Jadi yang bersintesis adalah bersifat kebudayaan. Jadi, individu dan masyarakat memiliki eksistensi (kemerdekaan) masing-masing dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang lain. Bukan kefisikan. Walaupun begitu eksistensi individu dalam kaitannya terhadap masyarakat  mendahului eksistensi masyarakat. Memandang bahwa eksistensi masyarakat mendahului individu berati kebebasan dan kemanusiaannya telah dicabut dari manusia (individu) itu sendiri. 
Walaupun manusia memiliki kualitas-kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja tidak teraktual secara sempurna dikarenakan adanya kekuatan lain dalam diri manusia berupa hawa nafsu yang dapat saja merugikan orang lain dan diri sendiri. Sebab hawa nafsu ini mulai teraktual di kala interaksi antara individu dengan individu lain dalam kaitannya dengan bumi (sumber harta benda). Bahkan keserakahan ini dapat saja berkembang dalam bentuk yang lebih besar, sebagaimana sebuah bangsa menjajah bangsa lain. Fenomena ini dapat mengancam kehidupan manusia dan kelestarian alam. Dengan demikian, pertanggung-jawaban ini bagi setiap individu, selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Ini karena, pertanggung-jawaban individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua dimensi, yaitu: si pelaku (sebab aktif) dan sasaran yang disiapkan oleh pelaku (sebab akhir). Apabila dalam perbuatan tersebut terdapat dimensi ketiga, yaitu sarana atau peluang yang berikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup pengaruhnya (sebab material), maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif. Jadi Masyarakat adalah pihak yang memberikan landasan bagi tindakan kolektif dan membentuk sebab material. Ini berarti, individu memiliki andil besar dalam mengubah wajah bumi atau mengarahkan perjalanan sebuah masyarakat kearah yang sempurna atau kehancuran.
Tidak ada jalan lain bahwa untuk menghadapi ancaman-ancaman ini, manusia memerlukan adanya sebuah sistem sosial yang adil yang memiliki nilai sakralitas dan kesucian dan berdasarkan tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa). Mengajarkan sebuah pandangan dunia bahwa segala sesuatu milik Tuhan. Dihadapan Tuhan tidak ada kepemilikan manusia, kecuali apa yang dititipkan dan diamanahkan kepadanya untuk mengatur dan mendistribusikan secara adil. Kesadaran akan sakralitas dan kesucian sistem tersebut memberikan implikasi kehambaan terhadap Tuhan. Berdasarkan kesadaran dan pertimbangan seperti itu maka interaksi antara individu dengan individu lainnya dalam hubungannya terhadap alam akan berubah dari watak hubungan antara tuan/raja dan budak menjadi hubungan antara hamba Tuhan dengan hamba Tuhan yang lain dengan mengambil tugas dan peran  masing-masing berdasarkan kapasitas-kapasitas yang diberikan dalam menjaga, mengurus, mengembangkan, mengelolah, mendistribusikan dan lain-lain. Karena itu berdasarkan fitrah/ruh Allah seorang manusia (individu) diciptakan dan ditugaskan sebagai khalifah/nabi/rosul (wakil/ utusan Tuhan) oleh Allah di muka bumi (QS.2:30) untuk memakmurkan bumi dan membangun dan masyarakatnya untuk mewujudkan sistem sosial.

BAB VII: KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Keadilan menjadi sebuah konsep abstrak yang sering diartikan secara berbeda oleh setiap orang utamanya mereka - mereka yang pernah mengalami suatu ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menuntut secara tegas perlu dilakukan redefenisi terhadap apa yang dimaksud dengan keadilan.
Bila keadilan diartikan sebagai tercipta suatu keseimbangan dan persamaan yang proporsional maka pemecahan permasalahan keadilan sosial dan ekonomi hanya dapat teratasi dengan menemukan jawaban terhadap sebab - sebab terjadinya ketidakadilan sosial dan ekonomi serta bagaimana agar dalam distribusi kekayaan dapat terbagi secara adil sehingga terhindar dari terjadinya diskriminasi dan pengutuban, atau kelas dalam masyarakat.
Jelas terlihat dari problem yang dihadapi bahwa kasus keadilan sosial dan ekonomi bukanlah merupakan wilayah garapan ilmu ilmiah (positif). Karena masalah keadilan bukanlah fenomena empiris yang dapat diukur secara kuantitatif. Namun ia merupakan konsep abstrak yang berkenaan dengan aspek kebijakan-kebijakan praksis, karena itu ia merupakan garapan filosofis dan bersifat ideologis. Itulah sebabnya mengapa dalam menjawab masalah diatas setiap orang atau kelompok memiliki jawaban dan konsep yang berbeda sesuai dengan ideologi, kandungan batinnya serta kapasitas pengetahuannya.
Kapitalisme sesuai dengan konsepnya tentang manusia yang berkenaan dengan karakter dasar dan tujuan akhir manusia yaitu bahwa manusia pada dasarnya bersifat baik dan lemah, cenderung meyakini bahwa penyebab terjadinya diskriminasi serta tidak terjadinya distribusi kekayaan secara tidak adil dikarenakan dipasungnya kebebasan individu oleh baik masyarakat, pemerintah, individu lain disatu sisi dan di sisi lain tidak adanya aturan-aturan yang menjamin kepentingan-kepentingan individu. Berdasarkan ini upaya menciptakan keadilan sosial maupun ekonomi bisa terwujud hanya dengan cara memberikan kebebasan secara mutlak, yakni kesempatan ekonomi yang seluas-luasnya kepada setiap individu dimana kebebasannya hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain, meskipun kebebasan ini justru dapat menyebabkan perbedaan pendapatan dan kekayaan individu (dengan asumsi bahwa orang menggunakan kebebasannya secara sama dalam sistem kapitalis).
Sebaliknya sosialisme yang didasarkan pada konsepnya tentang manusia dan pandangan hidupnya yang melihat bahwa penyebab terjadinya diskriminasi sosial dan ekonomi sehingga terciptanya kelas - kelas dalam masyarakat dimana yang satu semakin miskin dan yang lain semakin kaya dikarenakan adanya kekuatan yang menghambat proses berubahnya kesadaran kolektif dari kesadaran kesadaran kepemilikan pribadi ke kepemilikan sosial (bersama). Karena itu untuk menciptakan keadilan sosial dan ekonomi, maka tidak ada cara lain kecuali diperlukan suatu sistem sosial yang berfungsi mengatur atau merawat dalam hal menghilangkan kepemilikan pribadi atas alat - alat produksi ketempatnya yang sebenarnya yaitu kepemilikan bersama (seluruh anggota masyarakat harus memiliki pendapatan dan kekayaan yang sama) yang dalam hal ini diwakili oleh negara dengan cara menasionalisasikan alat-alat produksi tersebut.
Adapun menurut Islam kepemilikan pribadi bukanlah penyebab terjadinya malapetaka kemanusiaan sebagaimana yang disangka oleh kaum sosialis komunisme. Bahkan sebaliknya kepemilikan pribadi yang semata-mata materialistik justru penyebab proses kehancuran sistem kapitalis. Setiap konsep keadilan akan menemui jalan buntu jika ia tak seiring dengan naluri dasar alamiah manusia yaitu kepentingan individu atau apa yang sering disebut sebagai ego. Itulah sebabnya mengapa ketika seluruh alat - alat produksi telah dinasionalisasikan yang kemudian diamanahkan kepada negara yang nota bene adalah terdiri dari individu - individu sebagai pengelolahnya kemudian berubah menjadi kapitalisme atau borjuis - borjuis baru yang diktator dan menganggap diri mereka tuan (penguasa) bagi unit-unit yang mereka pimpin. Artinya adalah penghapusan kepemilikan pribadi tidak dapat mengubah mentalitas manusia yang punya kecenderungan egoistik.
Bagi Islam satu - satunya jalan yang dapat mengatasi masalah ketidakadilan adalah dengan memberikan jaminan pendapatan tetap, dengan kemungkinan mendapatkan lebih banyak serta mengubah konsepsi manusia tentang manusia dan pandangan hidupnya dari semata-mata bersifat materialistik kekesadaran teologis dan ekskatologis, tanpa memasung atau bahkan mematikan naluri alamiahnya.
Adalah suatu kemustahilan disatu sisi ketika kesadaran teologis dan ekskatologis telah dimusnahkan dari pandangan dunia seseorang dan disisi lain dengan menghilangkan kepemilikan atau kepemilikan pribadinya kemudian serta merta ia berubah dari individualis menjadi seorang pribadi yang sosialis (bukan sosialisme).
Menurut Islam ego (kepentingan pribadi) merupakan suatu kekuatan yang diletakkan oleh Allah dalam diri manusia sebagai pendorong. Kekuatan ini dapat mendorong manusia untuk melakukan hal yang diskriminatif, serakah dan merusak tetapi ia juga dapat mendorong manusia untuk mencapai kualitas spiritual yang paripurna (insan kamil). Karena itu Islam tidak datang untuk membunuh ego dengan seluruh kepentingannya, namun ia datang untuk memupuk, membina dan mengarahkannya secara spiritual dengan suatu kesadaran teologis (TAUHID) dan Ekskatologis (MAAD).
Bagi Islam penyebab terjadinya ketidakadilan sosial dan ekonomi atau dengan kata lain penyebab terjadinya kelas-kelas dalam masyarakat disebabkan oleh tidak adanya kesadaran tauhid. Hal ini dapat dilihat ketika al-Qur’an menceritakan mental Fir’aun yang sewenang-wenang sehingga disatu sisi sebagai penyebab terjadinya kelas-kelas (penduduk pecah belah), (QS.28:4) dengan menobatkan dirinya menjadi Tuhan (QS.28:38-39), karena itu untuk kepentingan mengatasi hai ini Islam mengajarkan untuk merealisasikan suatu konsep yaitu sebagaimana dikatakan dalam  Al- Quran yang artinya: ....tidak kita sembah Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah (QS.3:64).
Adapun di sisi lain  penyebab terjadinya ketidak adilan ekonomi (yang miskin semakin miskin dan sebaliknya) disebabkan tidak berjalannya sistem tauhid (pelaksanaan syariat) karena itu kata al-Qur’an menegaskan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) taurat, Injil, dan apa yang diturunkan kepada mereka dari tuhan mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari langit atas mereka dan dari bawah kaki mereka (QS.5:66) atau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS.7:96) atau bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (Agama Islam; melarang praktek riba, serta menganjurkan atau bahkan mewajibkan khumus, Jis’ah, sedekah, infak, zakat dll), niscaya benar-benar kami akan memberikan minuman kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak, QS.72:16).
Artinya menurut Islam bahwa prinsip dari hubungan khusus antara bertindak sesuai dengan perintah-perintah Tuhan di satu sisi dengan kemakmuran disisi lain atau dalam bahasa modernnya, hubungan antara distribusi yang adil dengan peningkatan produksi, yakni bahwa tidak akan terjadi kekurangan produksi dan kemiskinan bila distribusi yang adil dilaksanakan. Dengan kata lain distribusi yang adil akan mendongkrak kekayaan dan meningkatkan kemakmuran sebagai bukti “berkat dari langit dan bumi” telah tercurahkan.
Dengan persfektif yang demikian inilah selanjutnya akan melahirkan kesadaran kemanusiaan yang tinggi sebagai bentuk manifestasi dari pengabdian serta kecintaan kita kepada Allah SWT.
Disamping itu, guna menegakkan nilai keadilan sosial dan ekonomi dalam tataran praktis diperlukan kecakapan yang cukup. Orang-orang yang memiliki kualitas inilah yang layak memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial. Lebih jauh lagi, negara dan pemerintah sebagai bentuk yang terkandung didalamnya adalah untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan, baik berupa keadilan sosial maupun keadilan ekonomi. Dan hanya setelah terpenuhinya pra-syarat inilah negara ideal sebagai dicita-citakan bersama (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) dapat diwujudkan.
Tidak diragukan lagi dari kajian yang komprehensif dan holistik dapat mengantar kita pada satu kebenaran rasional ideologi (syariat) Islam yang telah mengajarkan akan persaudaraan, keadilan dan kesamaan hak untuk diamalkan oleh setiap kaum muslimin khususnya, sampai kepada sektor-sektor produksi sosio-ekonomi dan pembagian kekayaan. Atau hukum-hukum yang lebih bersifat spesifik menyangkut hal-hal yang memerlukan rincian, seperti pemanfaatan lahan pertanian, penggalian mineral, sewa-menyewa, bunga, zakat, khumus (yakni mengeluarkan 20-30% dari keuntungan bersih) dan pembelanjaan umum dan lain sebagainya yang dikelola langsung oleh negara, atau lembaga sosial di bawah kontrol masyarakat dan negara yang berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan.

BAB VIII: SAINS ISLAM

Sains dalam sejarah perkembangan seringkali dinaturalisasikan sebagai sebuah upaya pencocokan terhadap nilai-nilai budaya, agama atau pandangan - pandangan tertentu suatu masyarakat. Asimilasi  dan akulturasi inilah yang kemudian menjadi bentuk baru (khas) sebuah peradaban, rasionalisme di yunani dan positivisme di Eropa adalah contoh-contahnya.
Naturalisasi terhadap sains itu sendiri dilakukan sebab sains diakui memiliki kekuatan yang ambigu. Disatu sisi ia dapat mengembangkan suatu masyarakat karena kemampuannya mengatasi masalah-masalah praktis dan prakmatis manusia serta kemampuannya yang dapat merubah konstruk berfikir manusia itu sendiri sehingga membawa mereka ke arah peradaban baru yang lebih maju, disisi lain dengan kemampuan yang sama, ia juga memiliki sifat destruktif untuk menghancurkan atau merombak nilai-nilai budaya, agama maupun spiritualitas suatu masyarakat.
Positivisme misalnya merupakan hasil sebuah naturalisasi sains didunia masyarakat Eropa dan telah dipandang sebagai kebenaran. Sains ini (positivisme) adalah sebuah sains yang memiliki watak atau karakter yang bersifat materealistik yaitu sains yang menolak hal - hal yang bersifat metafisis, spiritual maupun mistis, karenanya dalam karakternya yang demikian sains ini dapat menghancurkan atau melunturkan konsep-konsep teologi dan nilai - nilai keagamaan lainnya.
Sehingga bukanlah hal yang berlebihan bila beberapa pemikir muslim melakukan islamisasi sains terhadap sains-sains modern (sains positivisme) sebagai sebuah bentuk keseriusan mereka dalam menjawab hal ini dan sekaligus sebagai wujud dari naturalisasi sains didunia Islam, sehingga pengaruhnya yang negatif terhadap gagasan metafisis (Teologi dan Ekskatologi) dan nilai-nilai agama Islam lainnya dapat dihindari. Hasil dari upaya islamisasi sains inilah yang kita sebut sains islam.
Islamisasi sains atau sains Islam dapat dimulai dengan menggagas untuk meletakkan dasar bagi landasan epistimologinya yaitu dengan membuat klasifikasi ilmu pengetahuan berdasarkan basis ontologinya serta metodologinya yang sesuai dengan semangat (Spirit) Islam itu sendiri, yakni teologi (Tauhid), Ekskatologi (Ma’ad), serta Kenabiaan.
Islamisasi sains dengan pelabelan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits yang dipandang sesuai dengan penemuan sains mestilah dihindari, karena kebenaran-kebenaran al-Qur’an bersifat abadi dan universal, sementara kebenaran-kebenaran sains modern selain bersifat temporer dan hanya benar dalam lingkup ruang dan waktu tertentu, sains ini juga bersifat materealistik atau positivistik.
Pendekatan demikian akan mengalami jalan buntu dengan berubahnya teori-teori sebelumnya dengan ditemukannya teori-teori baru. Dengan demikian ayat-ayat yang tadinya dipandang relevan dengan teori-teori sebelumnya, alau menjadi dipertanyakan relevansinya.
Begitupula islamisasi sains tidak dengan upaya mendengungkan ayat-ayat al-Qur’an tentang kewajiban berilmu pengetahuan ke telinga generasi muslim. Hal ini karena upaya tersebut berkaitan dengan sumberdaya manusia (SDM) muslim yang mayoritas telah atau akan berkembangg tidak sesuai dengan sains islam.
Namun pendekatan yang mesti dilakukan adalah dengan membuat klasifikasi ilmu pengetahuan dengan menetapkan status dan basis ontologinya, sebab ia merupakan basis bagi sebuah epistimologi. Perbedaan dalam menetapkan status ontologis meniscayakan perbedaan pada status epistimologi berikut metodologinya. Perbedaan ini dapat terlihat pada epistimologi modern dengan epistimologi yang telah dicanangkan oleh para filosof muslim yang telah ditinggalkan oleh mayoritas kaum muslim itu sendiri.
Epistimologi barat berbasis pada status ontologi materealistik dan menolak adanya realitas (ontologi) metafisis. Epistimologi ini hanya memusatkan perhatiannya pada objek fisik.
Adapun sains islam bukan hanya berbasis kepada status ontologis alam materi (objek-objek fisika) tetapi lebih dari itu ia tetapkan pula bahwa selain status ontologi alam materi terdapat pula objek ontologi alam mitsal (objek-objek matematika) dan objek ontologi alam akal (objek-objek metafisika).
Berdasarkan klasifikasi sains seperti ini, sains Islam menawarkan beberapa metodologi ilmiahnya sesuai dengan status ontologinya, yaitu; intuisi dan penyatuan jiwa (metode kaum irfan), untuk mengetahui objek-objek nonmateri murni atau objek-objek metafisika dengan cara langsung, deduksi rasional untuk mengetahui objek metafisika secara tidak langsung maupun objek-objek matematika dan Induksi (Observasi dan eksperimen) untuk mengetahui objek-objek fisika.
Sains metafisika mengkaji objek-objek atau wujud yang secara niscaya bersifat nonmateri murni yang tidak dipengaruhi oleh materi dan gerak. Seperti Teologi, Kosmologi, Ekskatologi.
Sains matematika mengkaji objek-objek atau wujud yang meskipun bersifat nonmaterial namun berhubungan dengan materi dan gerak. Seperti aretimetika, geometri, optika, astronomi, astrologi, musik, ilmu tentang gaya, keteknikan dan lain sebagainya.
Sains fisika mengkaji objek-objek atau wujud yang secara niscaya terkait dengan materi dan gerak. Seperti unsur-unsur (atom-atom), mineral, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia (secara fisik).
Dalam klasifikasi sains islam karena status objek-objek metafisika merupakan realitas ontologis yang berada dipuncak (yang paling tertinggi) yang menjadi sebab segala sesuatu dibawahnya, dimana objek-objek fisika merupakan objek realitas terbawah dan terendah dari hirarki objek ontologi, maka secara berturut-turut sains metafisika merupakan sains tertinggi dan sains fisika merupakan sains terendah setelah sains matematika.

Sejarah NDP

Kenapa NDP disusun?
Berangkat dari kekecewaan Cak Nur terhadap pemikiran tokoh-tokoh Islam yang beliau temui selama perjalanan di Timur Tengah. Pemikiran-pemikiran tersebut banyak dipenuhi slogan-slogan loyalistik belaka, bukan pemecahan masalah
(Cak Nur dlm Muchriji Fauzi HA dan Ade Komaruddin M, 1990)

Dari mana istilah NDP diambil?
Cak Nur Terinspirasi oleh:
v  Willy Eicher, seorang ideolog Partai Sosial Demokrat Jerman dgn bukunya, The Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Sosialism (Nilai-nilai Dasar dan Tuntutan-tuntutan Asasi Sosialisme Demokrat)
v  Karya Syahrir mengenai sosialisme Indonesia yg termuat dlm Perjuangan Kita. Dan Syahrir agaknya meniru buku Hitler, Mein Kamf

Sekilas perjalanan NDP
v  Selepas pulang haji, tepatnya bulan April 1969, NDP disusun oleh Cak Nur
v  Awalnya hendak dinamai Nilai-nilai Dasar Islam (NDI). Tapi karena takut klaimnya terlalu besar, maka dirubah jadi NDP
v  Disampaikan di Kongres IX di Malang pada bulan Mei 1969
v  Pembahasan tdk terselesaikan di kongres, maka dibentuk team yg terdiri dr: Nurcholish Madjid, Endang Saifuddin Anshari, Sakib Mahmud
v  Ditetapkan di Kongres X di Palembang pada Oktober 1971

Inti NDP
Beriman berilmu beramal

Pokok-pokok pembahasan NDP
Bab I. Kerangka berfikir
v  Mazhab Metafisika Islam
v  Mazhab Empirisme
v  Mazhab Skriptualisme
Bab II. Dasar-dasar kepercayaan
v  Ada
v  Esa-Nya Allah
v  Nabi
v  Kitab Suci
v  Kebenaran Islam
Bab III. Hakekat penciptaan dan eskatologi
v  Pembuktian Adanya Hari Akhirat
v  Tujuan Penciptaan
v  Arah Gerak
v  Tanggung Jawab
Bab IV. dasar-dasar kemanusiaan
v  Tolak Ukur Manusia
v  Terminologi Manusia:
1.      Basyar
2.      Insan
3.      Nas
v  Manusia:
1.      Pengetahuan (Sesuai Dgn Status Ontologisnya)
2.      Perbuatan
Bab V. Kemerdekaan manusia (Ikhtiyar) dan keharusan Universal (Takdir)            
v  Free Will & Determinisme
v  Konsekwensi Kedua Pandangan Di atas
v  Pemaknaan Takdir (Qadho’ & Qadar)
v  Hubungan Antara Takdir dan Ikhtiyar
v  Takdir:
1.      Tasyri’I
2.      Takwini
Bab VI. Individu dan masyarakat
v  Individu dan Masyarakat–(Status Ontologis)
v  Hubungan Individu dan Masyarakat
v  Tanggung Jawab Individu dan Masyarakat
v  Karakter Masyarakat
v  Masyarakat Cita
Bab VII. Keadilan sosial dan ekonomi
v  Tafsir atas Keadilan
v  Malapetaka Kemanusiaan
v  Bentuk Keadilan
v  Islam dan Syari’at
Bab VIII. Sains islam
v  Asumsi-Asumsi
v  Perbandingan Perspektif
v  Islamisasi Sains


YAKUSA......!
HMI KOMISARIAT SYARI”AH STAIN PONOROGO

Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Powered By Blogger
 

2011 @HMI Syari'ahSupported by Sarmada corporation